Jawaban Lengkap Atas Seminar Sehari Tentang Syi'ah
Buku ini berisi jawaban lengkap atas Seminar
Nasional Sehari Tentang Syi'ah yang telah diadakan di Masjid Istiqlal
pada tanggal 21 September 1997. Seminar itu dibuka oleh Hasan Basri,
Ketua MUI saat itu. Seminar juga dikatakan dihadiri oleh para pejabat
pemerintah, ABRI, MUI, pimpinan organisasi Islam, tokoh Islam dan
masyarakat umum.
Seminar ini menghasilkan beberapa butir keputusan
yang diambil berdasarkan pandang-pandangan kritis para peserta serta
beberapa usulan kepada pemerintah RI.
Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) kemudian menganggap
hasil seminar ini perlu ditanggapi.
Penulis:O. Hashem Penerbit: YAPI Cetakan: Pertama,
September 1997.
Riwayat Singkat Penulis
Prakata
Kesimpulan Seminar
Kafirkah Kaum Syi'ah?
Mengapa Menghindari Mujadalah?
Fatwa Berbahaya
Keluarkan Fatwa bahwa Syi'ah itu Kufur
Apakah Kerajaan Saudi Kufur?
Pendapat H. Abubakar Aceh dan H. Abdullah bin
Nuh
Rukun Islam dan Rukun Iman Syi'ah
Sikap Terhadap Sahabat
Imam Ma'shum
Mazhab Ja'fari, Mazhab Resmi Iran
Melaknat Sahabat
Taqiyyah
Al-Quran Syi'ah Lain Dari Al-Quran Sunni?
Kawin Mut'ah
Adzan Syi'ah Berbeda dengan Adzan Sunnah
Syi'ah Adalah Pengkhianat, pelaku Kejahatan dan
Teroris
Syi'ah Pengkhianat
Ahlu'l-Bait Menolak Mazhab Alhu'l-Bait
Bunuh Syi'i Atau Paksa Pindah Agama
Riwayat Singkat Penulis
O. Hashem dilahirkan di Tondano, Manado, Sulawesi
Utara pada tahun 1936. Cucu Sultan Badaruddin ini menyelesaikan SD
dan SMP di Tondano dan di SMA Negeri Manado pada tahun 1953.Tahun 1952 mendirikan dan menjadi Direktur SMP
Muhammadiyyah Wawonasa, Manado. Tahun 1961, bersama teman-teman dari
Muhammadiyyah, Al-Irsyad, Al-Khairiyah dan lain-lain mendirikan
Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) di Surabaya, yang diluar negeri
dikenal dengan IPF (Islamic Propagation Foundation). Yayasan ini
menerbitkan mingguan YAPI dalam bahasa Indonesia, Inggris, dan Arab
yang diedarkan secara cuma-cuma. Tahun 1963, O. Hashem pindah ke Bandung dan aktif
dalam berbagai kegiatan dakwah Muhammadiyyah, PERSIS, PUI (Persatuan
Umat Islam) Jawa Barat dan lain-lain.
Beliau adalah penulis buku Keesaan Tuhan, Marxisme
dan Agama, Menaklukkan Dunia Islam, Jawaban Lengkap Kepada Pendeta
Prof. DR. J. Verkuyl, Saqifah, dan lain-lain.
Pada tahun 1970, penulis yang juga seorang dokter,
bekerja di sebuah PUSKESMAS di daerah terpencil di Kota Agung,
Lampung.
Beliau sejak remaja mempunyai obsesi persatuan umat
Islam, tiga bulan terakhir tinggal di Jakarta dan masih aktif dalam
kegiatan dakwah dan mengajar di berbagai lembaga pendidikan.
Prakata
Basri, Ketua MUI. Seminar juga dikatakan dihadiri
oleh para pejabat pemerintah, ABRI, MUI, pimpinan organisasi Islam,
tokoh Islam dan masyarakat umum.
Makalah yang dibacakan, diantaranya berasal dari:
1. KH. Moh. Dawam Anwar (Khatib Syuriah NU)
2. KH. Irfan Zidny, MA (Ketua Lajnah Falakiyah
Syuriah NU)
3. KH. Thohir Al-Kaff (Yayasan Al-Bayyinat)
4. Drs. Nabhan Husein (Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia)
5. KH. A. Latif Mukhtar, MA (Ketua PERSIS)
6. Dr. Hidayat Nur Wahid (Ketua Yayasan
Al-Haramain)
7. Syu'bah Asa (Wakil Pimpinan Redaksi Panji
Masyarakat)
Disamping itu, dikatakan bahwa keputusan seminar
diambil berdasarkan pandangan-pandangan kritis para peserta.
Keputusan yang dikeluarkan, diantaranya:
1. Syi'ah melakukan penyimpangan dan perusakan
aqidah Ahlussunah.
2. Menurut Syi'ah, Al-Quran tidak sempurna.
3. Taqiyyah sebagai menampakkan selain yang mereka
siarkan dan sembunyikan.
4. Syi'ah berpandangan hadits mereka disampaikan
oleh Ahlul Bait.
5. Ahlul Bait menolak ajaran Syi'ah.
6. Syi'ah berpendapat Imam mereka ma'shum, terjaga
dari dosa dan UUD Iran menetapkan bahwa mazhab Ja'fari Itsna
Asy'ariyah sebagai mazhab resmi.
7. Syi'ah, pada umumnya tidak meyakini kekhalifahan
Sunnah
8. Imamah atau kepemimpinan adalah rukun Iman.
9. Shalat Jum'at tidak wajib tanpa kehadiran Imam.
10. Adzan kaum Sunni berbeda dengan adzan kaum
Syi'ah.
11. Syi'ah membenarkan kawin mut'ah.
12. Syi'ah terbukti sebagai pelaku kejahatan,
pengkhianat dan teroris.
Kemudian seminar mengusulkan:
1. Mendesak pemerintah RI cq. Kejaksaan Agung
melarang Syi'ah.
2. Pemerintah agar bekerjasama dengan MUI dan
Balitbang Depag RI untuk melarang penyebaran buku-buku Syi'ah.
3. Agar Mentri Kehakiman mencabut izin semua yayasan
Syi'ah.
4. Meminta Mentri Penerangan mewajibkan semua
penerbit menyerahkan semua buku terbitannya untuk diteliti MUI
Pusat.
5. Agar seluruh organisasi dan lembaga pendidikan
waspada terhadap faham Syi'ah.
6. Faham Syi'ah kufur dan masyarakat agar waspada.
7. Menghimbau segenap wanita agar menghindari kawin
mut'ah.
8. Media massa (cetak, elektronik, padang dengar)
dan penerbit buku untuk tidak menyebarkan Syi'ah.
9. Melarang kegiatan penyebaran Syi'ah oleh Kedutaan
Iran.
Ditandatangani oleh tim perumus:
1. HM. Amin Djalaluddin
2. KH. Ali Mustafa Ya'qub, MA.
3. KH. Ahmad Khalil Ridwan, Lc.
4. Drs. Abdul Kadir Al-Attas
5. Ahmad Zein Al-Kaff
YAPI Kemudian menganggap keputusan ini perlu
ditanggapi.
Depok, 23 September
1997 O. Hashem
Kesimpulan Seminar Kesimpulan Seminar Nasional
Sehari Tentang Syi'ah 21 September 1997 Di Masjid Istiqlal Jakarta
Alhamdulillah, Seminar Nasional Sehari Tentang
Syi'ah, yang dihadiri oleh Pejabat Pemerintah, ABRI, MUI, Pimpinan
Organisasi Islam, Tokoh-tokoh Islam dan masyarakat umum, setelah
mengkasji makalah-makalah dari:
1. K.H. Moh. Dawam Anwar (Katib Syuriah PB. NU)
2. K.H. Irfan Zidny, MA (Ketua Lajnah Falakiyah
Syuriyah NU)
3. K.H. Thohir Al-Kaff (Yayasan Al-Bayyinat)
4. Drs. Nabhan Husein (Dewan Dakwah Islamiya
Indonesia)
5. K.H. A. Latif Mukhtar, MA (Ketua PERSIS)
6. Dr. Hidayat Nur Wahid (Ketua Yayasan
Al-Haramain)
7. Syu'bah Asa (Wakil Pimpinan Redaksi Majalah Panji
Masyarakat)
dan pandangan-pandangan kritis dari para peserta,
maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Umat Islam Indonesia memiliki tanggung jawab dan
kewajiban dalam mencegah berbagai upaya penyimpangan serta perusakan
akidah Ahlussunnah yang dianut umat Islam di Indonesia.
2. Al-Qur'an yang ada sekarang dalam pandangan
Ahlussunnah adalah sudah sempurna dan seluruh isinya benar-benar
sesuai dengan firman Allah yang diturunkan melalui Rasulullah
Muhammad saw. Sedangkan dalam pandangan Syi'ah, Al-Qur'an yang ada
tidak sempurna, karena telah dirubah oleh Khalifah Utsman bin Affan
ra. Dengan demikian Al-Qur'an yang ada harus ditolak dan yang
sempurna akan dibawa oleh Imam Al-Muntazhar. Jika sekarang diterima,
hanya sebagai Taqiyyah saja.
3. Kaum Syi'ah percaya kepada taqiyyah (menampakkan
selain yang mereka niatkan dan yang mereka sembunyikan). Taqiyyah
adalah agamanya dan agama leluhurnya. Tidaklah beriman barangsiapa
tidak pandai-pandai bertaqiyyah dan bermain watak.
4. Ahlussunnah berpandangan bahwa hadits yang shahih
sebagaimana yang disampaikan oleh perawi hadits (Imam Bukhari,
Muslim, Tarmidzi, Nasa'i dan lain-lainnya) diterima dan dipakai
sebagai pedoman dalam kehidupan setiap muslim. Sebaliknya Syi'ah
berpandangan bahwa hadits yang dapat dipakai hanya disampaikan oleh
Ahlul Bait atau yang tidak bertentangan dengan itu.
Dan mereka berkeyakinan bahwa perkataan dan
perbuatan Imam diyakini seperti hadits Rasulullah.
Ahlul Bait adalah keluarga dan keturunan Rasulullah
saw yang mengikuti jejak Rasulullah saw, sementara Syi'ah mengklaim
mengikuti madzhab Ahlul Bait, padahal Ahlul Bait menolak ajaran
mereka.
5. Ahlussunnah berpandangan bahwa Imam (pemimpin)
adalah manusia biasa dan dapat berasal dari mana saja. Ia (Imam)
tidak luput dari kekhilafan atau kesalahan. Imam adalah pemimpin
untuk kemaslahatan umum dengan tujuan menjamin dan melindungi dakwah
serta kepentingan umat.
6. Syi'ah berpandangan bahwa Imam adalah ma'shum
(orang suci -terbebas dari dosa dan kesalahan). Imamah (menegakkan
kepemimpinan/pemerintahan) adalah termasuk rukun agama. Imamah
merupakan kepemimpinan rohaniah, politik bagi seluruh umat Islam di
seluruh dunia dan harus tunduk kepada Nizham Waritsi (aturan turun
temurun dari Imam), hukum dan peraturan warisan yang silih berganti
di kalangan 12 Imam.
UUD Iran menetapkan bahwa agama resmi bagi Iran
adalah Islam madzhab Ja'fari Itsnaa 'Asyariyah. Pasal ini tidak boleh
dirubah selama-lamanya.
7. Ahlussunnah meyakini bahwa Abu Bakar, Umar,
Utsman, dan Ali bin Abi Thalib adalah Khulafa'ur Rasyidin.
Sedangkan Syi'ah pada umumnya tidak meyakini
kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab dan Ustman bin
Affan.
8. Syiah Imamiyah berkata bahwa iman kepada tertib
pewarisan kepemimpinan umat Islam adalah salah satu rukun iman, sama
kedudukannya iman kepada Allah SWT.
Keimaman (menurut Syi;ah 'Imamiyah) tersebut
merupakan salah satu rukun pengganti iman kepada Malaikat dan iman
kepada Qadha dan Qadar Khairihi Wa Syarrihi (baik dan buruk).
9. Shalat Jum'at tidak wajib tanpa kehadiran Imam
mereka
10. Adzan kaum Syi'ah Imamiyah ditambah dengan WA
ASYHADU ANNA 'ALIYYAN WALIYYULLAH. Alasannya bahwa Ali ra diutus
resmi sebagai wali sebagaimana Muhammad SAW diutus sebagai
Nabi/Rasul.
11. Menurut Syi'ah, NIKAH MUT'AH adalah rahmat.
Belum sempurna iman sesorang kecuali dengan nikat mut'ah. Berapa pun
banyaknya, boleh. Dibolehkan nikah mut'ah dengan gadis tanpa izin
orang tuanya. Boleh mut'ah dengan pelacur, boleh mut'ah dengan
Majusiah/Musyrikah (wanita Majusi/Musyrik).
12. Bahwa sepanjang sejarah, pihak Syi'ah terbukti
pelaku-pelaku kejahatan dan pengkhiatan dan teroris.
Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan tersebut dan untuk
menjada stabilitas masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, seminra
ini merekomendasikan:
1. Mendesak Pemerintah Republik Indonesia cq.
Kejaksaan Agung RI agar segera melarang faham Syi'ah di wilayah
Indonesia, karena selain telah meresahkan masyarakat, juga merupakan
suatu sumber destabilisasi kehidupan bangsa dan negara Indonesia,
karena tidak mungkin Syi'ah akan loyal pada Pemerintah Indonesia
karena pada ajaran Syi'ah tidak ada konsep musywarah melainkan
keputusan mutlak dari Imam.
2. Memohon kepada Kejaksaan Agung Republik Indonesia
dan seluruh jajaran terkait agar bekerja sama dengan MUI dan
Balitbang Depag RI untuk meneliti buku-buku yang berisi faham Syi'ah
dan melarang peredarannya diseluruh Indonesia.
3. Mendesak kepada Pemerintah Indonesia cq. Menteri
Kehakiman RI agar segera mencabut kembali izin semua yayasan Syi'ah
atau yang mengembangkan ajaran Syi'ah di Indonesia, seperti:
1. Yayasan Muthahhari Bandung
2. Yayasan Al-Muntazhar Jakarta
3. Yayasan Al-Jawad Bandung
4. Yayasan Mulla Shadra Bogor
5. Yayasan Pesantren YAPI Bangil
6. Yayasan Al-Muhibbin Probolinggo
7. Yayasan Pesantren Al-Hadi Pekalongan
4. Meminta kepada Pemerintah cq. Mentri Penerangan
RI agar mewajibkan pada semua penerbit untuk memberikan semua
buku-buku terbitannya kepada MUI Pusat, selanjutnya untuk diteliti.
5. Mengingatkan kepada seluruh organisasi Islam,
lembaga-lembaga pendidikan (sekolah, pesantren, perguruan tinggi) di
seluruh Indonesia agar mewaspadai faham Syi'ah yang dapat
mempengaruhi warganya.
6. Mengajak seluruh masyarakat Islam Indonesia agar
senantiasa waspada terhadap aliran Syi'ah, karena faham Syi'ah kufur,
serta sesat menyesatkan.
7. Menghimbau kepada segenap kaum wanita agar
menghindarkan diri dari praktek nikah mut'ah (kawin kontrak) yang
dilakukan dan dipropagandakan oleh pengikut Syi'ah.
8. Menghimbau kepada semua media massa (cetak,
elektronik, pandang dengar) dan penerbit buku untuk tidak menyebarkan
faham Syi'ah di Indonesia.
9. Menghimbau pula kepada Pemerintah Republik
Indonesia untuk melarang kegiatan penyebaran Syi'ah di Indonesia oleh
Kedutaan Iran.
10. Secara khusus, mengharapkan kepada LPPI agar
segera bekerja sama dengan MUI dan Departemen Agama untuk menerbitkan
buku panduan ringkas tentang kesesatan Syi'ah dan perbedaan-perbedaan
pokoknya dengan Ahlus Sunnah.
Jakarta, 19 Jumadil Ula 1418H
21 September 1997
TIM PERUMUS (ditandatangani oleh)
1. HM. Amin Djamaluddin
2. KH. Ali Mustafa Ya'qub, MA.
3. KH. Ahmad Khalil Ridwan, Lc.
4. Drs. Abdul Kadir Al-Atas
Ahmad Zein Al-Kaff
Kafirkah Kaum Syi'ah?
Laporan harian Republika tentang seminar itu dengan
judul 'Para Ulama Sepakat, Sulit Pertemukan Faham Syi'ah dan Sunni',
sangat rapi dan bagus. (Republika, 22 September 1997, hal. 2).
Saya memang sudah menduga, seminar ini akan
berlangsung dua atau tiga hari sebelum tanggal 23 September 1997,
hari ulang tahun Kerajaan Saudi Arabia. Tapi saya mengira tidak akan
berlangsung pada ulang tahun ke-65 ini, sebab pemerintah Saudi pada
tahun ini baru saja menyatakan perlunya kerukunan beragama.
Apakah saudara-saudara ingin mengkafirkan negara
sahabat, Kerajaan Saudi, karena membolehkan sekitar 200.000 orang
Syi'ah yang saudara-saudara kafirkan, memasuki Ka'bah setiap tahun
untuk beribadah Haji?
Tahukah saudara-saudara bahwa pada tahun 1994
Kerajaan Saudi telah mendirikan Dewan Syura yang terdiri dari 60
orang dan enam diantaranya pemeluk Syi'ah sesuai dengan jumlah
penduduk Syi'ah di negara itu?
Alasan lain yang mengherankan saya, seminar ini
diadakan justru tatkala presiden Soeharto baru saja menganjurkan
dibina kerukunan beragama, menghindari penjelekan atau penyerangan
terhadap mazhab lain.
Kita hidup di negara beradab, bukan di zaman
Mu'awiyyah!
Apalagi ini berlangsung pada saat kaum muslimin
sedunia sedang menghadapi masalah-masalah pelik seperti kejadian di
Bosnia, Chechnya, Azerbaijan, Libanon, Palestina, Afghanistan, Sudan,
Irak, Aljazair dan Morro, yang memerlukan bantuan agar perdamaian
dapat timbul disana.
Alangkah baiknya bila biaya seminar ini dikeluarkan
untuk mebantu anak-anak cacat korban perang Bosnia, Chechnya,
Afghanistan, dan kelaparan di Irak. Selama ini yang memperjuangkan
mereka malah bintang film Elizabeth Taylor. Kita mestinya malu.
Kita juga sedang sedih menghadapi musibah moneter
maupun bencana pengotoran udara, yang membuat kita merasa berdosa
kepada negara tetangga.
Kita membutuhkan bantuan pikiran dan tenaga semua
warga untuk keprihatinan ini. Bukankah Rasulullah SAWW bersabda:
"Barang siapa yang tidak merasa prihatin dan tidak memikirkan
masalah-masalah kaum muslimin maka dia bukanlah dari kaum muslimin"?
Mengapa Menghindari Mujadalah?
Sayang sekali peristiwa itu sendiri lebih merupakan
pengadilan in absentia terhadap kaum Syi'i, karena tak seorang pun
wakil Syi'ah yang diundang untuk membela diri. Sangat disayangkan,
wartawan tidak mewawancarai kaum cerdik pandai seperti Adurrahman
Wahid, Amien Rais, Nurcholis Madjid atau Jalaluddin Rahmat untuk
turut menilai pernyataan itu. Mereka bukanlah Syi'i tetapi mereka
membaca. Saya yakin, mereka akan membela Syi'ah bila dikufurkan
apalagi bila dilarang.
Dalam pernyataannya peserta seminar menganjurkan
Kejaksaan Agung RI untuk melarang ajaran Syi'ah yang dianggap sebagai
sumber destabilisasi kehidupan berbangsa; menganjurkan Mentri
Kehakiman untuk menutup yayasan, pondok pesantren, dan lembaga
pendidikan; agar Kejaksaan Agung bekerjasama dengan MUI dan Balitban
Depag RI untuk meneliti buku-buku Syi'ah dan melarang peredarannya;
meminta Mentri Penerangan RI agar mewajibkan semua penerbit
menyerahkan buku-buku terbitannya untuk disahkan MUI, merupakan
pernyataan yang mendirikan bulu roma. Ini belum pernah terjadi di
zaman Orde Baru.
Sebenarnya untuk berdialog dengan kaum Syi'ah, kita
punya ayat Al-Quran:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk."(QS. An-Nahl: 125)
Kebiasaan sebagian ulama kita menghindari dialog dan
menolak saling mengingatkan antara sesama muslim tidaklah islami.
Sayang sekali, ayat ini kurang dipahami sementara etika berdialog
masih sangat primitif.
Sebagai contoh, buku Saqifah terbitan YAPI dikupas
secara berseri oleh majalah PERSIS lalu penulis buku memberi
tanggapan atas hal itu. Anehnya, dari sekian banyak penjelasan
penulis tidak satu pun yang dimuat di majalah tersebut. Jelas ini
menunjukkan bahwa majalah ini tidak memberikan hak jawab kepada
penulis, bertentangan dengan etika jurnalistik dan etika Islam.
Tatkala DDII menyebarkan fatwa-fatwa anti Syi'ah,
dan salah satu anggotanya, Prof. Dr. HM Rasyidi, yang saya hormati,
menulis buku yang menjelek-jelekan Syi'ah, YAPI mengkritik
'kebijakan' dewan tersebut dan mengajaknya berdialog pada tanggal 24
September 1984. Tetapi undangan untuk berdialog tersebut tidak
dibalas dan penerbitan anti Syi'ah terus berlanjut.
Pernyataan saudara Hasan Basri diwaktu-waktu yang
lalu yang dimuat di koran-koran, menyatakan bahwa Hasan bin 'Ali bin
Abi Thalib tidak mempunyai keturunan dan semua keturunan Husain sudah
dibantai di Karbala. Pernyataan ini hampir selalu diutarakan pada
hari ulang tahun Al-Irsyad, sama sekali tidak adil dan kurang sopan.
Menyerang pribadi-pribadi kaum 'Alawi sebagai anak haram jadah,
na'udzu billah, dan pernyataan diatas sama sekali tidak historis.
Toh, beliau tidak pernah mengoreksi kesalahan ini. YAPI mengingatkan
bahayanya pernyataan ini karena dapat menghancurkan sejarah Islam.
Bila 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib
dianggap tidak ada dalam sejarah, akan fiktif pulalah teman-temannya
seperti Az-Zuhri dan Sa'id bin Musayyib. Padahal, kedua tokoh ini
merupakan sumber banyak hadits Sunni. YAPI juga pernah menanyakan
sumber pernyataannya dan surat itu pun tidak pernah dijawab.
Saya bersyukur, kaum 'Alawi di Indonesia punya
tasamuh yang demikian tinggi, sehingga tidak menuntut mereka ke
pengadilan karena penghinaan yang luar biasa ini.
Pengurus YAPI heran, PERSIS dan Al-Irsyad yang
memiliki murid-murid yang pintar menentang the right to be let alone
(hak untuk tidak diganggu orang lain). Mengapa tidak mentolerir
perbedaan, sebaliknya punya kecenderungan untuk menyerang pribadi
orang lain, anti HAM dan tidak berani berdialog? Apakah lantaran
kedua organisasi Islam ini didirikan oleh seorang India dan Arab yang
'berdarah panas' sehingga pengikutnya cenderung menghakimi penganut
mazhab lain dan ingin memonopoli kebenaran?
Sebagian ulama punya kebiasan buruk dengan suka
menuduh pembela Syi'ah sebagai penganut mazhab Syi'ah. Mereka lalu
menyerang pribadi bukan buah pikirannya.
Fatwa Berbahaya
Seminar seperti ini sangat berbahaya karena
sebagaimana biasa, fatwa pengkufuran Syi'ah akan disusul dengan fatwa
yang menghalalkan darah kaum Syi'i. Dan mengarah pada ethnic
cleansing (pembersihan etnis) seperti yang terjadi di zaman Mu'awiyah
dan masa-masa sesudahnya.
Saya juga herantatkala melihat istilah Ahlussunah
wal Jama'ah. Apakah PERSIS, yang mengharamkan semua mazhab kecuali
mazhabnya, dan Al-Irsyad yang Wahabi itu, juga termasuk Ahlussunah
wal Jamaah?
Lalu kaum NU, nahdhiyin, bermazhab apa? Apakah KH.
Irfan Zidny MA dan KH. Moh. Dawam Anwar merupakan wakil resmi NU?
Kenapa saudara berdua membiarkan definisi Ahlussunah wal Jamaah
dimanipulasi orang?
Seharusnya saudara-saudara sudah tahu bahwa kaum
Wahabi menolak tawassul, ziarah kubur, qunut, talqin, tahlil dan
lain-lain, yang menjadi akidah Ahlussunah wal Jamaah. Tahukah
saudara-saudara, kalau tidak ada kaum nahdhiyin yang didukung oleh
HOS. Cokroaminoto dan H. Agus Salim, maka kuburan Rasulullah SAWW
sudah dibongkar?
Tahukah saudara-saudara bahwa tempat kelahiran
Rasulullah SAWW dijadikan kandang unta dan sekarang dijadikan pasar
malam? Tahukah saudara-saudara berapa banyak tempat-tempat bersejarah
Islam yang dimusnahkan oleh kaum Wahabi?
Tahukah saudara-saudara apa motif pengkafiran
terhadap Ustadz Husain Al-Habsyi dari Pesantren YAPI Bangil? Bukankah
ini disebabkan karena Ustadz Husain menulis buku Lahirnya Mazhab Yang
Mengharamkan Mazhab-mazhab untuk menjawab fatwa Hasan Bandung,
pendiri PERSIS, yang mengharamkan taqlid? Kalau tidak dicegah M.
Natsir, anggota PERSIS yang saya hormati, akan terjadi perdebatan
hebat antara Ustadz Husain yang istiqomah dengan Hasan Bandung yang
akan membuahkan hasil yang lebih jelas, yang membela pengikut mazhab
Syafi'i dan mazhab Ahlussunah lain yang tentu saja melegakan
Ahlussunah wal Jamaah, termasuk kaum nahdhiyin? Tahukah saudara,
bahwa tatkala fitanh dijatuhkan pada Ustadz Husain, KH. Abdurrahman
Wahid menangis?
Tahukah saudara-saudara bahwa orang-orang seperti
saudara-saudaralah yang telah menyebabkan para pengikut keempat
mazhab saling mengkafirkan sejak awal mazhab-mazhab itu lahir?
Tahukah saudara-saudara bahwa sejarahwan muslim paling terkenal,
Thabari, telah dituduh kafir oleh orang-orang seperti saudara-saudara
karena dituduh Syi'ah? Dan oleh karena itu beliau terpaksa dikuburkan
didalam rumahnya?
Karena saya tidak yakin saudara berdua mewakili NU,
maka kata Ahlussunah atau Sunni dalam tulisan ini harus dibaca kaum
Khawarij atau kaum Wahabi.
Dan apakah saudara Drs. Nabhan Husein mewakili DDII?
Lalu apa pekerjaan DDII sekarang? Apakah saudara beranggapan DDII
tidak konsisten lagi pada tugas dakwah yang menjadi tugas pokoknya?
Dan saudara memilih untuk berkeliaran membuat fitnah yang
mengatasnamakan DDII ini? Dan mendesak DDII agar memerangi sesama
muslim, menyebar kebencian justru disaat-saat menjelang sidang MPR?
Bukankah Mentri Agama berkali-kali mengingatkan kita
agar membuka diri?
Apakah mingguan Panji Masyarakat ingin menjadikan
dirinya alat propaganda kaum Wahabi semata dan menyakiti golongan
lain? Apakah saudara-saudara ingin mengaburkan pemikiran orang besar
seperti HAMKA, perintis Panji Masyarakat, yang berkata tentang Syi'ah
dan Sunnah: "Dalam beberapa ranting yang mengenai kepercayaan,
terdapat perbedaan sedikit-sedikit"? (HAMKA, Tafsir Al-Azhar I,
Panji Mas, 1983, hal. 161).
kebencian, hate, adalah alat pemersatu. Orang mudah
dipersatukan dan dikerahkan untuk menghancurkan apa saja. Sedangkan
cinta kasih punya faktor cemburu, dan orang tidak mau mencari teman
untuk mencintai.
Maka menyebarkan kebencian jelas bertentangan dengan
demokrasi, Pancasila dan UUD '45.
Saya tidak percaya bahwa Drs. Nabhan Husein mewakili
DDII karena saya tahu DDII sekarang dipimpin orang-orang muda yang
berpikiran maju.
Saya teringat pengalaman saya dengan seorang tokoh
DDII. Sejak tahun 70-an saya bekerja di Puskesmas terpencil di
Lampung. Selama itu Muhammad Natsir sering menyurati saya untuk
membicarakan beberapa masalah. Saya mencintainya dan dia mencintai
saya. Saudara Amien Rais dan Endang Syaifuddin menyurati saya untuk
membuat artikel pada hari ulang tahun M. Natsir yang ke 70. Sayang
saya terlalu sibuk di klinik masa itu sampai-sampai membaca koran
saja rasanya sudah tidak ada waktu.
Saya menghormati pak Natsir dan menyesal tidak dapat
menghadiri pemakamannya. Orang boleh berbeda mazhab tetapi tidak
boleh memutuskan tali silaturrahmi.
Karena saya tidak yakin Nabhan Husein sebagai wakil
resmi DDII maka kata Ahlussunah atau Sunni dalam tulisan ini, sekali
lagi, harus dibaca kaum Khawarij atau kaum Wahabi dan saya tidak
menganggapnya mewakili DDII apalagi umat Islam, sampai ada bantahan
dari DDII.
Meski pun saya dari keluarga besar NU tetapi sejak
tahun 1952 saya aktif di Muhammadiyah sampai tahun 70-an karena harus
bertugas di Puskesmas.
Terakhir, sebelum ke Puskesmas di Lampung, saya
aktif di organisasi Muhammadiyah Jawa Barat dan seringkali menjadi
pembawa makalah di seminar-seminar Muhammadiyah. Kadang bersama Ir.
Muhammadi, saya tidak tahu dimana beliau sekarang. Prof. Dr. Rudy
Syarief serta saudara-saudara lain. Tahun 1952, saya mendirikan dan
menjadi direktur SMP Muhammadiyah di Wawonasa, Manado. Saya
berdakwah, tetapi tidak pernah memikirkan untuk berkonfrontasi dengan
sesama muslim.
Alhamdulillah, Muhammadiyah tidak mengirim wakilnya
dalam seminar yang memalukan itu.
Tahun 1961 saya dan teman-teman membentuk YAPI
(Yayasan Pendidikan Islam) di Surabaya. Saya mengusulkan, yang
didukung Hadi A. Hadi, seorang pejuang dan memiliki beberapa bintang
penghargaan, agar mengikutsertakan beberapa teman sebagai pengurus
YAPI. Kawan-kawan tersebut antara lain Dr. Muhammad Suherman dan Dr.
Masduki Sulaiman dari Muhammadiyah, Sa'ad Nabhan dari Al-Irsyad,
Ustadz Husain Al-Habsyi dari Al-Khairiyyah dan beberapa teman lain.
Alhamdulillah kami bekerja dengan sangat baik.
Saya juga aktif dalam PERSIS, atas ajakan almarhum
H. Isa Anshari dan putra beliau Endang Syaifuddin almarhum, yang
sangat saya cintai. Mudah-mudahan Allah merahmati mereka berdua.
Saya heran mengapa PERSIS tidak pernah maju-maju
dari dulu sampai sekarang.
Kalau dari sepuluh masalah, kita berbeda dalam tiga
poin, mengapa kita tidak berjalan bersama-sama diatas tujuh poin?
Berdakwah harus dilakukan dengan cinta kasih, dengan
bijak, bukan dengan berpikir sektarian, mau benar sendiri dan
menyebarkan kebencian. Apakah saudara-saudara sedang belajar
berdakwah?
Saya pun hendak mengajak bicara saudara-saudara dari
Al-Irsyad. Kita semua tahu saudara-saudara memulai pembaharuan dengan
taqbil atau cium tangan dan kafa'ah.
Saudara-saudara dianggap pembaharu. Bersyukurlah,
dan tidak perlu mengungkit-ungkit riwayat organisasi Al-Irsyad yang
'berdarah'. Saudara-saudara adalah para pemuda yang sudah maju.
Mengapa pula harus mempertahankan organisasi sektarian ini sedang
zaman telah berubah, zaman internet, tatkala orang sedang
membicarakan kerukunan beragama dan menghindari pikiran-pikiran
kepentingan kelompok, tribalism, termasuk keturunan Arab di
Indonesia.
Sekarang bukan zamannya lagi berbicara taqbil dan
kafa'ah atau membicarakan bahwa keluarga Hasan tidak punya keturunan
dan keluarga Husain semuanya sudah dibunuh di Karbala serta
hasutan-hasutan yang mendirikan bulu roma.
Indonesia berpenduduk orang-orang toleran. Sudah
waktunya saudara-saudara meninggalkan 'darah Arab yang panas'. Dan
meninggalkan kesetiaan ganda seperti kaum Zioni. Mengapa tidak
bergabung saja dengan Muhammadiyah, misalnya?
Kalau saudara-saudara menolak cium tangan, betul
orang Syi'ah mencium tangan ulama-ulamanya yang saleh dan berilmu,
yang mengajak umatnya mendekat pada Allah SWT. Mengenai kafa'ah, apa
masalahnya?
Kenapa kaum Syi'ah dianggap melakukan penyimpangan
dan perusakan aqidah Ahlussunah? Mengapa Syi'ah dianggap meresahkan
masyarakat dan sumber destabilisasi kehidupan bangsa dan negara
Indonesia? Apa yang mereka lakukan?
Bila saudara-saudara menanyai mahasiswa dan para
pemikir Islam, mengapa membaca buku-buku Syi'ah, mereka akan
mengatakan bahwa kehadiran buku-buku Syi'ah justru membangkitkan
gairah mempelajari Islam.
Orang-orang yang anti Syi'ah sekali pun punya
kesempatan mempelajari agama lebih dalam untuk 'menyerang' Syi'ah
secara deskriptif dan tentu saja bukan normatif. Mereka tidak akan
meminta pemerintah untuk melarang Syi'ah, suatu sifat buruk dari
orang-orang yang tidak mau membaca, amat memprihatinkan.
Dapatkah kita menyodorkan tulisan-tulisan tokoh
PERSIS dan Al-Irsyad, misalnya, yang setingkat Ali Syari'ati atau
Muthahhari?
Apa yang terjadi, misalnya, jika buku sejenis 'Haji'
karya Ali Syari'ati ditarik dari peredaran? Yang marah justru
tokoh-tokoh Sunni.
Keluarkan Fatwa bahwa Syi'ah itu Kufur
Sebenarnya persoalannya sederhana. Keluarkan dulu
fatwa oleh ulama yang mewakili umat Islam bahwa Syi'ah itu kufur atau
tersesat. Saya ingin bertanya, dapatkah pengikut seminar atau MUI
mengeluarkan fatwa yang mengkufurkan Syi'ah? Keluarkan dulu fatwa dan
marilah kita sebarkan fatwa ini ke masyarakat luas.
Tetapi, bagaimana mungkin saudara dapat mengeluarkan
fatwa seperti itu? Saudara-saudara tidak memahami Syi'ah, sebagaimana
dapat saya simpulkan dari pemberitaan televisi dan koran.
Memahami Syi'ah memang perlu keberanian untuk
membaca dan memahami akidah mereka. Sayang saudara-saudara tidak
memilikinya. Kalau mengenal Syi'ah saja tidak maka menjelek-jelekkan
mazhab lain, jelas tidak islami.
Bukankah ukhuwah islamiyah wajib hukumnya?
Kesulitan terletak pada alasan pengkufuran tersebut.
Sudah sejak zaman Rasulullah SAWW sampai para sahabat, sejak
kehadiran Syi'ah, belum pernah ada 'fatwa' seperti itu.
Pemerintah kita tidak membutuhkan dukungan ulama
secara membabi-buta, yang menjerumuskan, melainkan ulama yang
intelek, sopan dan mengenal tatakrama serta memberikan peringatan
bila menganggap pemimpin berbuat salah, karena Allah SWT berfirman
dalam Al-Quran:
"Dan berilah peringatan. Sungguh peringatan itu
memberi manfaat kepada orang beriman." (QS. Adz-Dzaariyaat: 55)
Kita harus menolak pikiran orang asing seperti
Robert Lacey, penulis The Kingdom (Fontana, 1982) yang melukiskan
bahwa perbedaan Sunnah dan Syi'ah, adalah bahwa Sunnah lahir dari
kalangan penguasa, dari ulama yang mendukung dan membuat fatwa untuk
legitimasi kekuasaan.
Dan kita juga harus menolak anggapan tokoh Islam
seperti Fazlur Rahman bahwa kebanyakan ulama Sunni jadi pendukung
setiap pemimpin. Fazlur Rahman mengatakan dalam bukunya Membuka Pintu
Ijtihad: "Orang-orang Sunni hampir selalu menjadi pendukung
setiap pemimpin negara." (terjemahan Anas Mahyuddin, Pustaka,
Bandung, 1984, hal. 137).
Bukankah fatwa ulama Kuffah atas bayaran gubernur
Mughirah bin Syu'bah, yang juga sorang sahabat, untuk membenarkan
pengangkatan Yazid bin Mu'awiyah sebagai 'khalifah'? Lupakah betapa
dahsyat akibat fatwa tersebut?
Apakah yang dilakukan Yazid pada tahun 61 H. di
Karbala? Ia membunuh Husain dengan 72 anggota keluarga dan
sahabatnya, memenggal kepala, menginjak-injaknya dengan kaki-kaki
kuda serta mengaraknya dari kota ke kota?
Atau penggerayangan kota Madinah pada tahun 63 H?
Para sejarahwan mengatakan sekitar 20.000 orang dibunuh, termasuk
masing-masing 700 orang Muhajirin dan Anshar. Dan tatkala ia (Yazid)
memerintahkan pasukannya agar memperkosa para wanita dan menghamili
sekitar 1000 gadis sehingga untuk menjawab pinangan wanita Madinah,
orang tua anak-anak gadis itu mengatakan bahwa mereka tidak menjamin
bahwa anak gadis mereka masih perawan?
Ia juga menghancurkan Ka'bah dengan ketapel. Sekali
lagi, baca dan bacalah! Sebagai ulama, saudara-saudara tidak boleh
malas.
Tapi tidak mengherankan kalau kaum Wahabi menulis
buku 'Yazid Amiru'l-Mu'minin' atau 'Pemimpin Kaum Mukminin', dan
mengharuskan para siswa membacanya!
Apakah Kerajaan Saudi Kufur? Jangan saudara-saudara
mengira bahwa negara sahabat kita Saudi Arabia sebagai negara orang
kafir karena membiarkan sekitar 200.000 orang Syi'ah yang saudara
anggap kafir, memasuki Ka'bah untuk berhaji atau membiarkan orang
Syi'ah hidup dinegaranya.
Dan jumlah orang Syi'ah di Saudi bukan satu dua
orang, tapi paling sedikit terdiri dari 6% penduduknya. Bukankah
Rasulullah SAWW dalam wasiat terakhirnya, seperti dimuat dalam
hadits-hadits shahih, tidak membolehkan orang kafir berada di Jazirah
Arab?
Tahun 1994, pemerintah Kerajaan Saudi menyusun Dewan
Syura, yang terdiri dari 60 anggota, termasuk 6 orang dari wakil
Syi'ah.
Pendapat H. Abubakar Aceh dan H. Abdullah bin Nuh
Selain pendapat HAMKA yang telah disebutkan, H.
Abubakar Aceh dalam bukunya "Syi'ah, Rasionalisme Dalam Islam"
membenarkan pendapat banyak ulama bahwa mazhab Syafi'i yang kita anut
lebih dekat kepada mazhab Syi'ah daripada mazhab Hanafi. (Kata
Pendahuluan, Cetakan II, Ramadhani, Semarang).
Demikian pula pendapat H. Abdullah bin Nuh, seorang
ulama besar yang banyak mempelajarai Syi'ah. Penulis buku "Al-Islam
fi Indonesia" itu bukan saja sangat menghormati mazhab Syi'ah,
tetapi malah berpendapat bahwa penyebar Islam di Indonesia,
kebanyakan adalah orang Syi'ah dan banyak orang Iran tinggal di
kota-kota di Indonesia. Beliau adalah salah satu dari beberapa orang
yang mengenal Syi'ah. Mudah-mudahan Allah SWT merahmatinya.
Setahu saya, pembela Syi'ah belum tentu menganut
paham Syi'ah. Mereka membela karena banyak membaca sejarah, punya
rasa keadilan serta tidak menyetujui pengkafiran lebih dari 200 juta
kaum Syi'ah secara serampangan.
Anak-anak muda justru membaca buku untuk mengetahui
apakah benar fatwa MUI atau fatwa-fatwa seperti ini? Jangan
menganggap mahasiswa atau anak muda kita bodoh! Fatwa serupa inilah
justru yang mendorong mahasiswa dan pemuda kita mempelajari sejarah
dan melebihi literatur saudara-saudara.
Rukun Islam dan Rukun Iman Syi'ah
Kaum Syi'ah mempunyai rukun Islam seperti kaum
Sunnah, membaca syahadat bahwa Allah itu Esa, ahad, tidak ada tuhan
selain Dia, dan Muhammad SAWW adalah Rasul terakhir. Mereka juga
mendirikan shalat menghadap ke Baitullah lima kali sehari,
mengeluarkan zakat, puasa wajib di bulan Ramadhan, dan berhaji bagi
yang mampu.
Juga mereka mempunyai rukun Iman seperti kita.
Mereka percaya pada Allah yang esa, para malaikat, kitab-kitab yang
diturunkan Allah untuk nabi-nabiNya yang mulia, percaya akan
Rasul-rasulNya, hari kemudian, dan takdir Allah.
Sikap Terhadap Sahabat
Mengenai sikap terhadap sahabat, kaum Syi'ah
berpegang pada Al-Quran dan Sunnah serta catatan sejarah. Bahwa
diantara para sahabat ada juga yang lalim, seperti si munafik
'Abdullah bin 'Ubay dengan kelompoknya yang berjumlah 300 orang yang
melakukan desersi sebelum perang Uhud. Lihat buku-buku sejarah Islam,
seperti "Riwayat Hidup Rasulullah SAW" karangan Abul Hasan
Ali Al-Hasany an-Nadwy, terjemahan Bey Arifin dan Yunus Ali Muhdhar,
hal. 213 atau Ibnu Hisyam, "Sirah Nabawiyah" jilid II, hal.
213.
Atau Mu'awiyah dan para jendralnya yang melakukan
pembersihan etnis dengan membunuh kaum Syi'ah secara berdarah dingin,
shabran, menyembelih bayi-bayi Syi'ah, memperbudak para muslimah dan
membakar kebun dan membakar manusia hidup-hidup, mengarak kepala dari
kota ke kota, minum arak, berzina dan sengaja merencanakan dan
membuat hadits-hadits palsu yang bertentangan dengan hukum syar'i.
Mengapa saudara tidak membaca sejarah dan hadits-hadits kita
sendiri?
Bila saudara-saudara menganggap cerita-cerita yang
membuka 'aib' para sahabat sebagai kufur, maka tidak akan ada lagi
ahli sejarah dan ahli hadits yang tidak kafir.
Syi'ah menolak hadits yang diriwayatkan oleh para
sahabat lalim. Mereka heran mengapa kaum Sunnah keberatan bila mereka
meriwayatkan hadits-hadits dari keluarga Rasulullah sebab ayat-ayat
Al-Qur'an turun dirumah mereka. Dan Rasulullah tinggal serumah dan
mengajari mereka?
Mengapa mereka harus mencari hadits-hadits Abu
Hurairah misalnya, yang meriwayatkan bahwa Allah menciptakan Adam
seperti wajah Allah dengan panjang 60 hasta (sittuna dzira), sedang
Al-Qur'an mengatakan bahwa tiada sesuatu pun yang menyerupaiNya,
laisa kamitslihi syai'un, atau Nabi Musa lari telanjang bulat karena
bajunya dibawa lari oleh batu, atau sapi berbahasa Arab, atau hadits
yang menyatakan kalu lalat masuk ke dalam kuah, maka seluruh lalat
harus dimasukkan kedalamnya sehingga menimbulkan 'perang lalat' di
koran-koran Mesir karena dokter-dokter muda menolak hadits yang
'berbahaya' tersebut? Dan Allah yang turun ke langit bumi, sepertiga
malam, sehingga Allah tidak punya kesempatan untuk kembali karena
kesiangan?
Mengapa merekaharus berpegang pada Abu Hurairah yang
oleh sahabat-sahabat besar seperti ummul mu'minin Aisyah dan Umar bin
Khattab dan ulama-ulama besar seperti Ibnu Qutaibah menganggapnya
sebagai pembohong? Bukankah Ibnu Qutaibah disebut sejarawan sebagai
nashibi atau pembenci Ahlul Bait dan bukan Syi'ah? Baca sejarah dan
hadits-hadits shahih Bukhari Muslim!
Haruslah diakui bahwa pandangan Syi'ah ini berbeda
dengan kaum Sunni yang menganggap semua sahabat itu adil, 'udul, dan
bila mereka membunuh atau memerangi sesama muslim, mereka akan tetap
mendapat pahala. Bila tindakan mereka salah, mereka akan mendapat
satu pahala dan kalau benar mendapat dua pahala.
Malah ada ulama Sunni, seperti Ibnu Katsir, Ibnu
Hazm dan Ibnu Taymiyyah menganggap 'Abudrrahman bin Muljam yang
membacok Imam 'Ali bin Abi Thalib yang sedang shalat shubuh sebagai
mujtahid. Demikian pula pembantai Husain dan keluarganya di Karbala.
Pembunuh-pembunuh cucu Rasulullah ini dianggap mendapat pahala, satu
bila salah dan dua bila benar!
Suatu hari, saya kedatangan tiga orang Afghanistan.
Saya tanyakan, mengapa kaum muslimin di Afghanistan saling berperang?
Mereka menjawab: mereka berperang karena berijtihad seperti ummul
mu'minin 'Aisyah yang memerangi 'Ali dalam perang Jamal. Kalau benar
dapat dua pahala dan kalau salah dapat satu. Dan saya dengar,
koran-koran Jakarta pun telah memuat keyakinan mereka ini.
Kaum Thaliban di Afghanistan, yang punya pendapat
seperti ini, yang mengurung dan tidak membolehkan wanita bekerja atau
sekolah bukanlah Syi'ah, tetapi kaum Wahabi!
Sebaliknya kaum Syi'ah juga berpendapat bahwa banyak
pula sahabat yang mulia, yang harus diteladani kaum muslimin.
Al-Qur'an juga menyebutkan bahwa diantara para
sahabat ada yang 'kufur' dan 'munafik'. (Termasuk ayat-ayat terakhir
bacalah At-Taubah ayat 48, 97).
Banyak sekali hadits-hadits seperti hadits Al-Haudh,
diantaranya tercatat dalam Shahih Bukhari dan Muslim. Mereka
membenarkan ayat Al-Qur'an tersebut dan menceritakan adanya
sekelompok sahabat digiring ke neraka dan tatkala ditanya Rasul, ada
suara yang menjawab "Engkau tidak mengetahui apa yang mereka
lakukan sesudahmu". Ahli-ahli sejarah kita dengan gamblang
menggambarkan ulah beberapa sahabat tersebut.
Apakah pandangan Syi;ah tersebut 'kufur' atau
'sesat'? Apakah mereka harus dikafirkan karena keyakinan mereka itu?
Kita boleh menyesali perbedaan itu, tetapi perbedaan ini menyangkut
masalah cabang agama bukan pokok, bukan ushuluddin.
Imam Ma'shum
Mengapa saudara-saudara keberatan bila seorang
muslim yang salih, yang tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh
orang yang tidak berdosa, yang menjalankan perintah Allah dan
menjauhi laranganNya disebut terjaga dari dosa? Apakah saudar-saudara
menganut paham dosa warisan atau 'original sin'?
Apalagi Allah berfirman:
"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak
menghilangkan (segala) kenistaan dari padamu, hai Ahlul Bait dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya." (QS. Al-Ahzab: 33).
Yang dimaksud Al-Qur'an adalah 'Ali, Fathimah, Hasan
dan Husain.
Ahlussunah pun percaya bahwa semua sahabat adil, dan
semua tindakan mereka adalah ijtihad. Dan tindakan mereka mendapat
pahala termasuk diantaranya sahabat yang melaksanakan pembunuhan
berdarah dingin, pezinah, pemabuk, pembohong, pembakar orang
hidup-hidup atau memerangi Imam zamannya dan perbuatan-perbuatan yang
tidak terlukiskan dengan kata-kata.
Ada juga kisah Khalid bin walid yang memenggal
kepala Malik bin Nuwairah dan memperkosa istri Malik yang cantik
malam itu juga. Ia menggunakan kepala Malik sebagai tungku.
Malik bin Nuwairah adalah sahabat pengumpul zakat yang ditunjuk Rasulullah SAWW, dan oleh Rasulullah SAWW dikatakan sebagai ahli surga.
Ini bukan tuduhan kaum Syi'ah, tetapi catatan
sejarawan Sunni! Umar bin Khattab menyebut Khalid bin Walid sebagai
pembunuh dan pezinah yang harus dirajam. Abu Bakar menyatakan bahwa
Khalid hanya sekedar salah ijtihad, dan menamakannya 'saifullah' atau
pedang Allah. "Aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah
dihunus Allah untuk memerangi musuh-musuhNya.", kata Abu Bakar.
Khalid pula yang membakar Bani Salim hidup-hidup di
zaman Abu Bakar. Umar mengingatkan Abu Bakar, dengan membawa hadits
Rasulullah SAWW bahwa tidak boleh menghukum dengan hukuman yang hanya
Allah boleh melakukannya. Dan Abu Bakar mengatakan, seperti diatas
"Aku tidak akan menyarungkan pedang yang telah dihunus Allah
untuk memerangi musuh-musuhNya." Banyak pula ulah Khalid yang
lain, yang oleh 'Abdurrahman bin 'Auf dikatakan sebagai perbuatan
jahiliyah, yaitu tatkala ia membunuh Bani Jazimah secara berdarah
dingin.
Baca buku-buku yang berada dalam lemari
saudara-saudara. Sekali lagi, tuduhan ini disampaikan oleh Umar bin
Khattab, Ibnu Umar dan Abu Darda'. Kedua sahabat terakhir ini, ikut
dalam pasukan Khalid dan membuat penyaksian.
Peristiwa inilah yang melahirkan adagium di kemudian
hari bawah semua sahabat itu adil dan tiap tindakan mereka merupakan
ijtihad dan kalau benar mereka dapat dua pahala, kalau salah satu
pahala.
Pantaslah kalau Mu'awiyah yang meracuni Hasan, cucu
Rasulullah, atau 'Abdullah bin Zubair yang hendak membakar Ahlul Bait
di gua 'Arim atau Yazid yang membantai cucu Rasulullah, Husain dan
keluarganya di Karbala, mengatakan bahwa mereka hanya menjalankan
'sunah' atau contoh para sahabat sebelumnya.
Umar memecat Khalid bin Walid --yang oleh sejarawan
disebut sebagai shahibul khumur, pemabuk-- tatkala Umar menggantikan
Abu Bakar dikemudian hari.
Apakah orang Syi'ah harus mengangkat mereka sebagai
Imam? Sebab memiliki Imam, wajib hukumnya? Bukankah Rasulullah SAWW
bersabda: "Barangsiapa tidak mengenal Imam zamannya, ia mati
dalam keadaan jahiliyah."? Dan hadits yang mengatakan bahwa
sepeninggal Rasulullah SAWW ada 12 Imam, yang semuanya dari keturunan
Quraisy. Bacalah hadits-hadits shahih enam seperti Bukhari dan
Muslim!
Mengkritik akidah mazhab lain tidak boleh
berdasarkan prasangka dan sinisme. Hormatilah akidah mereka. Benarlah
kata orang, "Jangan melempar rumah orang lain bila rumah Anda
terbuat dari kaca."
Bacalah buku sejarah. Bukan 'asal ngomonng'. Bukan
zamannya lagi berbohong dengan ayat-ayat dan hadits, sebab umat
sekarang sudah banyak yang pandai.
Mazhab Ja'fari, Mazhab Resmi Iran
Mengapa saudara-saudara keberatan bila pemerintah
Iran menetapkan Ja'fari sebagai mazhab resmi bangsanya? (Lihat
pandangan kritis No. 6). Mengapa mencampuri urusan negara lain? Orang
Iran sendiri tidak pernah keberatan Pancasila dijadikan dasar negara
yang kita cintai ini.
Apakah saudara-saudara ingin agar Iran, yang
mayoritas rakyatnya bermazhab Syi'ah, mengganti mazhab resminya
dengan mazhab Wahabi? Saudara-saudara boleh mengusulkan kepada
pemerintah Iran agar mengganti mazhab mresminya ke mazhab Wahabi atau
'PERSIS' atau mazhab 'Al-Irsyad'. Saya yakin mereka tidak akan
marah.
Kalau saudara-saudara bermazhab Syafi'i, beranikah
saudara-saudara mengusulkan agar mazhab kerajaan Saudi Arabia yang
Wahabi diganti dengan mazhab Syafi'i agar mereka masuk Ahlussunah
wa'l Jamaah?
Melaknat Sahabat
Mengenai mencela dan melaknat sahabat, saya belum
pernah membaca fatwa ulama yang mengkafirkan mereka. Misalnya, selama
80 tahun dinasti 'Umayyah, kecuali di zaman khalifah 'Umar bin 'Abdul
'Azis yang hanya dua setengah tahun. Muawiyyah dan para pejabatnya
serta para ulamanya melaknat dan mencaci Ali bin Abu Thalib dan
keluarga beserta pengikutnya diatas mimbar diseluruh dunia Islam
termasuk di Makkah dan Madinah, kecuali di Sijistan. Di Sijistan,
sebuah kota yang sekarang terletak antara Afghanistan dan Iran, hanya
sekali melakukan pelaknatan diatas mimbar.
Ali dilaknat dan dicaci atas perintah sahabat dan
ipar Rasulullah SAWW, Mu'awiyyah, serta khalifah-khalifa Bani Umayyah
lainnya. Pada masa itu, misalnya, Ali tidak dianggap khalifah yang
lurus. Abdullah bin Umar tidak mau membai'at Ali malahan membai'at
Mu'awiyyah, Yazid bin Mu'awiyyah dan gubernur Hajjaj bin Yusuf yang
terkenal sebagai penjahat yang mebunuh 120 ribu kaum muslimin dan
muslimat secara berdarah dingin, shabran. Umar bin Abul Azis
mengatakan bahwa Hajjaj pasti akan menjadi juara dunia bila para
penjahat dikumpulkan dan 'diperlombakan'. Ibnu Umar juga mengeluarkan
hadits-hadits yang menyingkirkan Ali sebagai salah satu khalifah yang
lurus.
Kita tahu, Mu'awiyyah membunuh para sahabat seperti,
Hujur bin 'Adi, Syarik bin Syaddad, Shaifi bin Fasil, Asy-Syabani,
Qabisyah bin Dhabi'ah Al-Abbasi, Mahraz bin Syahhab Al-Munqari, Kadam
bin Hayyan Al-Anzi dan Abdurrahman bin Hassan Al-Anzi hanya karena
tidak mau melaknat Ali. Abdurrahman Al-Anzi dikirim kepada Ziyad bin
Abih dan dikuburkan hidup-hidup di Nathif dekat kuffah, ditepi sungai
Efrat.
Beranikah saudara-saudara peserta seminar menganggap
Mu'awiyyah dan seluruh pejabat, sahabat Rasulullah SAWW yang
mendukungnya, serta para ulama telah kafir karena bukan saja
memerintahkan kaum muslimin, termasuk para sahabat agar melaknat Ali,
tetapi juga membunuh mereka yang menolak untuk melaknat?
Pada masa itu tidak ada yang berani menamakan
anaknya Ali. Sampai-sampai pernah seorang ayah melaporkan kepada
penguasa karena merasa terhina oleh istrinya karena memanggilnya
Ali!
Taqiyyah
Mengenai taqiyyah. Menjalankan taqiyyah adalah suatu
permissibility, suatu kebolehan dalam Islam, berdasarkan nash.
Seorang muslim yang lemah dan tertindas boleh menyangkal keimanannya
bila nyawanya terancam seperti yang dialami oleh Ammar bin Yasir.
Thabathaba'i, misalnya membolehkan seseorang
menyangkal keimanannya dalam keadaan terpaksa, untuk menyelamatkan
nyawanya, kehormatan perempuan, atau hartanya yang bia dirampas, ia
tidak dapat memberi nafkah kepada anak-istrinya. (Bacalah Allamah
Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i, Syi'a, Qum, 1981).
Disamping kasus Ammar bin Yasir, juga ada seorang
anggota keluarga Fir'aun yang menyembunyikan imannya (lihat Al-Quran,
Surat Al-Mukmin, ayat 28).
Barangkali para anggota seminar punya rumusan lebih
baik dari ini. Kalau menyumbangkan pikiran saja tidak, bagaimana para
anggota seminar berani mengatakan bahwa anggota Syi'ah sukar
ditemukan karena bertaqiyyah dan karena mereka masih lemah?
Tetapi mengapa menyuruh menutup Yayasan Muthahhari
(Bandung), Yayasan Al-Muntazhar (Jakarta), Yayasan Al-Jawad
(Bandung), Yayasan Mulla Sadra (Bogor), Pesantren YAPI (Bangil),
Yayasan Al-Muhibbin (Probolinggo) dan Yayasan pesantren Al-Hadi
(Pekalongan)? Bukankah peserta seminar mengenal pimpinan
yayasan-yayasan tersebut sebagai Syi'ah? Kenapa tidak mengajak mereka
bermujadalah seperti yang dianjurkan Al-Quran?
Ini bertentangan dengan pernyataan seminar sendiri
bahwa orang Syi'ah bertaqiyyah karena masih 'lemah' sehingga sukar
ditemui. Saya tidak faham dengan ulama jenis ini.
Saya mengusulkan agar saudara-saudara mengundang
pejabat-pejabat dan anggota ABRI yang kemarin saudara-saudara undang
dan siapa saja. Hadir 'pesakitan' dihadapan saudara-saudara.
Saudara-saudara akan mendapatkan perlawanan yang hebat dan tidak
main-main karena ulama-ulama muda ini bukanlah ulama 'karbitan' dan
bukan juga ulama mainan.
Ini baru tontonan menarik, saudara-saudara akan
menyaksikan dialog bukan monolog.
Undanglah mereka, kalau tidak tahu alamat mereka,
sampaikanlah undangan itu pada penulis.
Al-Quran Syi'ah Lain Dari Al-Quran Sunni?
Al-Quran kaum Syi'i dan sunni sama dan itu-itu juga.
Silahkan para anggota seminar memasuki masjid-masjid dan rumah-rumah
kaum Syi'i di Saudi Arabia, Libanon, Iran, Irak, Bahrain atau pun
Azerbaijan dan dimana saja orang Syi'ah itu berada. Saudara-saudara
tidak akan menemukan Al-Quran yang lain.
Jangan berkata sesuatu by hearsay. Alangkah mudah
saudara-saudara menyurati kantor-kantor keduataan kita di
negeri-negeri tersebut dan memohon mereka untuk membelikan untuk
saudara sebuah Al-Quran. Lihatlah isinya, adakah perbedaan dengan
Al-Quran di rumah saudara?
Orang-orang Syi'ah telah membantah tuduhan-tuduhan
yang tidak berguna ini. Saudara Nurcholis Madjid, seingat saya,
pernah membantah saudara-saudara dalam suatu seminar beberapa tahun
lalu, seperti dimuat di beberapa koran ibukota. Beliau meunjukkan
'Al-Quran Syi'ah' dan mengatakan bahwa kalau pun ada perbedaan, maka
perbedaan itu hanyalah karena 'Al-Quran Syi'ah' rata-rata lebih indah
dari Al-Quran kita. Ini karena orang-orang Syi'ah berpendapat bahwa
Kitabullah haruslah dicetak lebih indah dari semua buku lain.
Jangan membicarakan Syi'i yang fanatik, kaum ghulat,
karena pengecualian tidak dapat mewakili golongan terbanyak. Annadir
la yu'tabar. Saya anjurkan saudara-saudara para ulama untuk membaca
buku-buku mengenai Tahrif Al-Quran yang banyak jumlahnya.
Orang Syi'ah menganggap bahwa siapa saja yang
meyakini Al-Quran kita telah berubah, maka ia telah meragukan
kekuasaan Allah SWT dan tidak akan mendapat perlindungan dari-Nya
karena Allah SWT telah berfirman: "Sesungguhnya, Kamilah yang
menurunkan Al-Quran dan Kamilah yang menjaganya." (QS. Al-Hijr:
9)
Mengenai Imam Khumaini (Imam Khomeini), dikatakan
bahwa mengakui adanya tahrif atau perubahan dalam Al-Quran dalam
bukunya Hukumah Islamiyah, seorang teman telah menyediakan uang Rp.
100,000,000.00,- (seratus juta rupiah) bila saudara-saudara dapat
menunjukkan adanya pernyataan tahrif Al-Quran dalam buku tersebut!
Saudara Profesor KH. Irfan Zidny MA sebenarnya tidak
hendak mencoba mematikan harga diri lawan berdebat anda dengan
menonjolkan serba gelar yang anda miliki atau umur anda yang tua,
atau mengejek lawan bicara anda karena tidak bisa berbahasa Arab atau
Inggris atau mengecilkan tokoh yangt dihormati lawan bicara anda.
Saya bukan tidak percaya bahwa anda adalah 'teman
kuliah' Imam Khomeini atau anda lebih pandai dari gurunya Imam
Khomeini, dan mungkin anda telah bergelar Ayatullah, tetapi setahu
saya Sayyid Khomeini tidak belajar di Irak, tetapi mengajar. Mungkin
saja Anda lebih 'besar' dari gurunya Imam Khomeini tetapi jangan anda
yang mengatakannya. Biarlah orang lain yang menilai. Karena
argumentasi seperti ini disebut argumentasi negatif.
Orang tidak perlu belajar di Irak belasan tahun
untuk disebut ulama yang pandai dan mukhlis. Orang menilai mutu
pembicaraan anda dan bukan riwayat hidup anda yang ingin membungkam
lawan bicara anda.
Hanya Allah SWT yang tahu iman dan akal kita
selengkapnya. Anda harus ingat bahwa tidak semua teman BJ. Habibie
menjadi seperti BJ. Habibie. Mungkin anda jadi murid Imam Khu'i di
Irak, dan mungkin juga Imam Khomeini jadi murid Imam Khu'i bersama
anda. Tapi anda harus ingat tidak semua teman BJ. Habibie menjadi
seperti BJ. Habibie. Semua orang yang saya tanyai mengenai anda,
tertawa terpingkal-pingkal. Tetapi saya menangis, seperti anda
'menangisi' Syi'ah.
Karena saya peminat sejarah, mohon Anda sebutkan
seorang nara sumber di Irak yang dapat membenarkan pernyataan anda
bahwa anda telah belasan tahun seperguruan dengan Imam Khomeini,
berapa umur anda dan berapa umur Imam Khomeini pada masa itu, kapan
dan dimana anda belajar bersamanya. Saya ingin menyuratinya. Dan
untuk itu saya ucapkan terima kasih.
Saya sebenarnya berpikir bahwa anda seharusnya jadi
Mufti seluruh umat karena 'ilmu' dan 'istiqomah' anda.
Apakah NU tidak mengenal anda?
Tapi biarpun demikian, saya yakin dengan melihat
lamanya pendidikan dan keteguhan pendirian anda, anda tentu telah
menghasilkan banyak karya bermutu atau menjadi 'da'i besar'. Dan anda
akan menjadi tempat rujukan tanpa harus membaca (buku-buku karya) Ali
Syariati, HAMKA, Abu Bakar Aceh, Maududi, Sayyid Quttub, Sayyid
Sabiq, Rasyid Ridha, Hassan Al-Banna, Muthahhari, Khomeini,
Thabthaba'i atau Ali Khameini.
Mengapa anda sudah merasa cukup berteman dengan
Thohir AlKaff dari Al-Bayyinat Nyamplungan Surabaya? Saya berteman
dengan banyak orang panda dan mukhlis di Nyamplungan. Mengapa harus
'diracuni' oleh orang jenis Thohir Alkaff ini?
Kawin Mut'ah
Anda (Irfan Zidny) juga tidak mesti menangisi kawin
mut'ah, tapi tangisilah salah satu sahabat besar Rasulullah SAWW,
Zubair bin Awwam, seorang sahabat yang terkenal keberaniannya, suami
Asma' binti Abu Bakar, khalifah pertama. Perkawinan mereka dilakukan
melalui kawin mut'ah yang melahirkan Abdullah dan urwah bin Zubair.
Juga banyak sahabat yang lain, sebagaimana tercatat dalam buku-buku
tarikh Sunni kita. Mengapa anda tidak sekaligus mengkritik Rasulullah
karena 'mengizinkan' perkawinan mut'ah tersebut dan mengapa
Rasulullah SAWW tidak menangisinya?
Bacalah perdebatan antara Abdullah bin Abbas dan Ibnu Zubair: Ibn Abi'l-Hadid. Syarh Nahju'l-Balaghah, jilid 20, hal, 129-131
Mengenai kawin mut'ah, Umar melarangnya, tetapi ayat
Al-Quran tidak dapat dibuang. Islam tidak mengajarkan kita untuk
mengawini tiap wanita yang kita temui di jalan, kawin biasa, kawin
sirri atau kawin mut'ah.
Pernahkah saudara menyaksikan kawin mut'ah di Iran?
Tanyailah Amien Rais atau Lukman Harun yang pernah berkunjung ke
Iran. Atau Smith Alhadar, seorang pengamat Timur Tengah terkenal yang
pernah mengelilingi Timur Tengah, seorang Sunni dari dulu sampai
sekarang, yang pernah tinggal di Saudi Arabia maupun di Iran selama
bertahun-tahun.
Apakah saudara-saudara telah menyelidiki berapa
banyak kaum Wahabi dari Timur Tengah yang kawin disini untuk satu
bulan samapai tiga tahun? Sudahkah saudara-saudara memeriksa surat
nikah mereka?
Seorang kawan menceritakan kepada saya bahwa ia
diberi uang Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) oleh seorang Timur
Tengah agar dikawinkan mut'ah ala Wahabi. DIa mencari seorang pelacur
dan 'menasihatinya' agar tidak menceritakan profesinya kepada
suaminya. Setelah beberapa bulan, dia tinggalkan pelacur tersebut. Ia
datang kembali dan orang itu menyuguhkan pelacur lain untuk
dikawin-kontrakkan kepadanya selama tiga bulan.
Tahukah saudara-saudara berapa banyak TKI kita yang
diperkosa disana?
Tanpa ditanya, seorang teman yang telah lebih dari
sepuluh tahun tinggal di Kerajaan Saudi Arabia mengatakan kepada saya
bahwa bila para lelaki bisa hamil, maka jumlah kehamilan diluar nikah
akan berlipat ganda.
Apakah saudara-saudara punya statistik berapa banyak
ulama yang punya istri lebih dari sepuluh dan berapa banyak yang
kawin sirri di Indonesia? berapa banyak yang kawin antar agama dan
membagi anak-anak dalam dua bagian, sebagian mengikuti agama bapak
sebagian mengikuti ibu? Apakah saudara-saudara juga punya statistik
serupa dikalangan Syi'ah? Metode berpikir komparatif sangat
dibutuhkan dalam berbagai cabang ilmu, seperti ilmu kedokteran, ilmu
perbandingan agama atau ilmu perbandingan mazhab.
Saudara-saudara menyatakan bahwa kawin mut'ah haram.
Padahal ini jelas dilakukan di zaman Rasulullah SAWW, zaman Abu Bakar
dan sebagian di zaman Umar. Kalu tidak setuju, kita bahas nanti
dibagian lain. Tapi mampukah saudara mengatakan bahwa pelacuran dan
lokalisasi pelacuran itu haram dalam Islam? Punyakah saudara-saudara
statistik jumlah bayi, yang ayahnya entah berada dimana, yang
dibungkus plastik dan dibuang ke selokan-selokan serta tempat-tempat
sampah dan yang digugurkan di klinik-klinik yang resmi atau pun
tidak, terang-terangan atau sembunyi-sembunyi?
Mampukah saudar-saudara mengeluarkan fatwa bahwa
melacur itu haram dan dengan demikian melokalisasinya juga haram? Dan
tahukah saudara-saudara bahwa pelacur-pelacur makin hari makin
bertambah? Jangan-jangan saudara takut membuat fatwa yang
mengharamkan pelacuran dan menutup lokalisasi tersebut?
Pelacuran tidak akan ada bila tidak ada sekelompok
laki-laki 'pencari seks' yang hendak memenuhi naluri seks mereka.
Ataukah saudara-saudara takut jangan-jangan para
'pencari seks' memasuki jendela-jendela kita dan meperkosa istri dan
anak-anak kita, sehingga saudara-saudara meras perlu menghalalkan
lokalisasi tersebut? Bukankah berdiam diri dalam masalah ini sama
dengan menghalalkan pelacuran, perzinaham dan lokalisasi?
Say akhawatir saudara-saudara mengharamkannya karena
mereka yang menjalankan mut'ah berhujjah dengan nash yang tidak
terbantahkan. Sebaliknya menghalalkan pelacuran karena sudah jelas
haramnya, meski pun beresiko anak yang lahir kelak tak akan pernah
mengetahui bapaknya. Dan pelacuran juga menyulitkan untuk menjajaki,
tracing, sumber penyakit kelamin. Kawin mut'ah ada masa iddah-nya,
dan suaminya dikenal, sehingga sulit menyebarkan penyakit kelamin.
Kalau pun ada, mudah dijajaki. Bukankah penyakit kelamin atau AIDS,
terjadi karena menganti-ganti pasangan?
Silahkan saudara-saudara mencukur jenggot dan kumis
dan tinggal di tempat-tempat kost sekitar kampus lalu saksikan dengan
mata kepala sendiri sexual behaviour, tingkah laku seks putra-putri
saudara. Mungkin saudara-saudar akan pingsan waktu menyaksikan apa
yang dilakukan oleh putra saudara-saudara yang tiap hari pulang ke
rumah bak pangeran dan perjaka, serta putri bak perawan suci yang
baru turun dari kahyangan. Mampukah kita mengucapkan istighfar dan
membenarkan perzinahan sementara mengkambinghitamkan kawin mut'ah?
Punyakah saudara-saudara statistik berapa banyak
putra-putri kita yang berzinah, yang melakukan kawin sirri, atau
kawin sembunyi-sembunyi ala Sunni atau kawin mut'ah ala Sunni?
Sebagian besar mungkin akan menjawab bahwa mereka membaca artikel
'Mut'ah, Sebuah Perkawinan Alternatif' dalam sebuah koran ibu kota
yang ditulis seorang tokoh Sunni.
Jangan sekali-kali berprasangka buruk, bahwa
pemuda-pemuda kita adalah bodoh, lalu kawin mut'ah hanya karena
dipengaruhi oleh orang Syi'ah.
Tahukah saudara-saudara berapa banyak tokoh dan
pemuda Sunni kita yang kawin mut'ah? Darimana mereka mendapat 'fatwa'
bahwa mut'ah itu halal?
Jangan menuduh Syi'ah sebagai scape goat, pemikul
beban, sebagai 'kucing hitam', padahal Sunni sendiri yang
mengeluarkan 'fatwa' dan kaum Sunni yang melakukan kawin mut'ah
menurut versi Sunni sendiri sesuai dengan pandangan kritis pada nomor
11 hasil keputusan seminar.
Justru yang harus menjaga anak-anak gadisnya adalah
kaum Syi'ah, bukan Sunni! Berbalikan dengan rekomendasi seminar nomor
7.
[
Adzan Syi'ah Berbeda dengan Adzan Sunnah
Saudara-saudara tidak lengkap membicarakan lafal
adzan dan iqamah. Saudara-saudara 'lupa' menyampaikan lafal adzan dan
iqamah sesungguhnya. Yang pasti di zaman Rasulullah SAWW berbunyi
sebagai berikut:
Lafal Adzan
Allaahu akbar
(Kalimat diatas, sama dalam kedua mazhab, diucapkan
4x)
Asyhadu an-laa ilaaha illa'llaah
Asyhadu anna Muhammadar' Rasuulullaah
Hayya 'ala Shalaah
Hayya ala'l falaah
(Semua kalimat diatas, sama dalam kedua mazhab,
diucapkan 2x)
Hayya 'ala khairi'l amaal
(Kalimat diatas hanya dalam mazhab Syi'ah, diucapkan
2x)
Allaahu akbar,Allaahu akbar
Laa ilaaha illa'llaah
(Kalimat diatas, sama dalam kedua mazhab, diucapkan
masing-masing 2x)
Ash-shalaatu khairun min an-naum
(Kalimat yang diucapkan dalam shalat shubuh diatas
hanya dalam mazhab Sunnah, diucapkan 2x)
Dalam al-iqamah, semua kalimat diatas diucapkan
sekali kecuali Allaahu akbar diucapkan dua kali.
Apakah saudara-saudara sudah mempelajari
hadits-hadits dan sejarah adzan ini?
Memang Syi'ah, sesudah membaca "Hayya 'alaa'l
falaah" (Marilah kita mencapai kemenangan) membaca "Hayya
'alaa khairil 'amaal" (Marilah membuat amal shalih).
Apakah kalimat Hayya 'alaa khairil 'amaal itu buatan
Syi'ah?
Kalimat ini dilafalkan dimasa Rasulullah SAWW.
Bacalah tulisan ulama Sunni seperti Baihaqi dalam Sunan jilid I, hal,
524, 525; Sirah Halabiyah jilid II, hal. 105; Maqaati'l Ath-Thalibin,
hal 297; Adz-Dzahabi dalam Mizaan al-I'tidaal jilid I, hal. 139;
Lisaan'l-Mizaan jilid I, hal. 268 dan banyak lagi yang lainnya. Juga
terdapat dalam hadits-hadits orang Syi'ah.
Umar bin Khattab tuk lebih 'memacu semangat' jihad
karena kalimat ini dianggap akan melemahkan semangat jihad tersebut.
Umar berkata, "Ada tiga hal yang dijalankan di zaman Rasulullah
SAWW dan aku melarangnya dan aku akan menghukum mereka yang
melaksanakannya; kawin mut'ah, haji mut'ah, dan Hayya 'ala khairi'l
amaal."
Kaum Syi'ah tatkala mengucapkan kalimat syahadat
sering menambahkan "Asyhadu anna 'Aliyyan waliiyullaah" Hal
ini disebabkan pidato Rasulullah SAWW di Ghadir Khum, sesudah Haji
Perpisahan, sekitar 80 hari sebelum beliau wafat. Bukan hadits lemah
dikalangan Sunni, yaitu tatkala Rasulullah SAWW bersabda:
"Man kuntu maulaahu fa 'Aliyyun maulaahu.
Allaahumma waali man walaahu wa 'aadi man 'aadaahu"
(Barang siapa menganggap aku sebagai walinya, maka
'Ali juga adalah walinya. Allaahumma, ya Allah, cintailah siapa yang
mencintainya dan musuhilah siapa yang memusuhinya).
Dan semua sahabat memberi selamat, termasuk Umar bin
Khattab. Para sejarawan mencatat kata-kata yang diucapkan Umar:
"Bakhin, bakhin, laka, ya aba'l hasan, anta
maulaaya, wa maulaa kullu mu'minin wa mu'minatin."
(Selamat ayah Hasan, engkau adalah waliku dan wali
kaum mu'minin dan mu'minat).
Dan ada pula dengan lafal "Thuuba laka"
atau "hanii'an laka" yang punya arti serupa dan
diriwayatkan oleh sekitar 110 sahabat.
Dan tatkala turun ayat:
"Innallaaha wa malaa'ikatahu yushalluuna
'ala'n-Nabii, yaa ayyuha'l ladziina aamanuu shalluu 'alaihi wa
sallimu tasliiman", yang artinya "Sungguh, Allah dan para
malaikat-Nya bershalawat atas Nabi, Hai orang-orang yang beriman!
Bershalawatlah atasnya, dan berilah salam kepadanya dengan
sehormat-hormat salam!" (QS. Al-Ahzab: 56).
Para sahabat bertanya kepada Rasulullah SAWW tentang
cara bershalawat kepada Nabi, Rasulullah SAWW menjawab "Ucapkanlah
'Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'aali Muhammad', (Ya Allah,
shalawatilah Muhammad dan keluarga Muhammad)"
Karena itulah maka para ulama seperti Imam Syafi'i
mengatakan tatkala dituduh rafidhah (yang berarti melakukan desersi
dari kedua syaikh, Abu Bakar dan Umar atau yang lebih mengutamakan
'Ali daripada kedua syaikh tersebut), menjawab, "Bila mencintai
Ahlu'l Bait aku dituduh rafidhah, orang dulu punya peribahasa,
tunjukkan kepadaku seorang rafidhah yang kecil, akan aku tunjuk
kepadamu seorang Syi'ah yang besar!. Kalau aku dituduh demikian maka
saksikanlah oleh seluruh jin dan manusia bahwa aku memang seorang
rafidhi! Sebab shalatku tidak sah bila aku tidak bershalawat kepada
Ahlul'l Bait!"
Tapi orang Syi'ah mengetahui betul bahwa kalimat
Asyhadu anna 'Aliyyan waliiyullaah bukan merupakan bagian integral
dari adzan dan iqamah. Kalimat ini hanya merupakan kebolehan,
optional, seperti kalimat Allahumma shalli 'alaa Muhammad wa 'aali
Muhammad.
Kalimat Ash-shalaatu khairun min an-naum (Shalat
lebih baik daripada tidur) adalah tambahan dari Umar bin Khattab.
Sekali lagi, baca!
Syi'ah Adalah Pengkhianat, pelaku Kejahatan dan
Teroris
Dalam pandangan kritis nomor 12 disebutkan bahwa
"Sepanjang sejarah, kaum Syi'ah terbukti sebagai para pelaku
kejahatan dan pengkhianat serta teroris."
Jika kaum Syi'ah bertempur melawan Israel di Libanon
Selatan, saudara-saudara anggap sebagai teroris, perlu saya ingatkan
bahwa kaum Syi'ah yang berjuang disana memang melakukannya. Mereka
berpendapat bahwa setiap orang sipil yang melarikan diri dari medan
pertempuran akan tetap memiliki hak atas tanah dan harta yang mereka
tinggalkan sesuai dengan hukum mana pun juga.
Para pengungsi tersebut dalam Al-Quran disebut
sebagai mustadh'afin, orang yang dilemahkan dan harus dibantu, harus
direpatriasi, dikembalikan ke kampung halamannya. Kalau kaum Syi'ah
yang membantu rakyat Palestina ini saudara-saudara maksudkan sebagai
teroris, maka mereka memang teroris.
Jika kaum Syi'ah dari Iran yang berjuang di Bosnia
untuk menahan pembunuhan berdarah dingin terhadap ratusan ribu kaum
muslimin dan pemerkosaan terhadap 30.000 kaum ibu dan anak-anak gadis
muslim disebut teroris, maka mereka memang teroris. Hal ini
disebabkan kaum Syi'ah sangat anti-perlakuan keji. Mereka sangat
pro-keadilan yang menjadi salah satu rukun mazhab mereka. Kaum
Serbia, yang membunuh orang-orang Bosnia itu, bukan karena orang
Bosnia bersalah, melainkan mereka membunuh saudara kita di Bosnia
hanya karena mereka beragama Islam! Bila kaum Syi'ah ini
saudara-saudara sebut teroris, maka mereka memang teroris.
Di Nagorno-Karabakh kaum Syi'ah datang membantu
rakyat Azerbaijan dalam mempertahankan diri dari serangan tentara
Armenia dan tentara Rusia yang memakai tanda salib dipunggungnya. Dan
Amerika Serikat (AS) membantu Armenia dengan melakukan ermbargo
senjata bagi kaum Azerbaijan karena pengaruh kaum diaspora Armenia di
AS yang berjumlah satu juta orang. AS juga mengatakan bahwa Armenia
adalah Israel di Asia Tengah untuk menghadapi kaum muslimin.
Sementara Turki yang sesuku, seagama dan sebahasa dengan Azerbaijan
tidak berani membantu, karena takut ditolak menajdi anggota
masyarakat Eropa!
Kalau ini yang saudara-saudara maksudkan dengan
teroris, mereka memang teroris! Mengenai peranan kaum Syi'ah membantu
sesama muslim yang tertindas diseluruh dunia, bacalah Samuel P.
Huntington, The Clash of Civilizations and the Remaking of World
Order, Simon & Schuster, New York, 1996!
Lalu, bagaimana dengan pembunuhan-pembunuhan
terhadap kaum Syi'ah, penganiayaan, pemotongan-pemotongan lidah dan
tangan mereka, peracunan terhadap Imam Hasan dan pemotongan leher
cucu Rasulullah SAWW, Imam Husain, yang oleh Rasulullah SAWW disebut
sebagai anak-anaknya. Atau mereka yang mengarak kepala mereka sebagai
bahan tontonan, menyembelih bayi-bayi, menawan wanita-wanita mereka
sebagai budak, memasukkan tubuh-tubuh mereka kedalam beton
tiang-tiang masjid?
Jika semua perbuatan ini saudara-saudara katakan
bukan kejahatan tapi hanya 'permainan anak-anak' dan dapat pahala
karena hasil ijtihad, atau menganggap bahwa mereka yang melakukannya
adalah orang-orang Syi'ah sendiri, tentu saudara-saudara sudah gila!
Bacalah Maqaatil Ath-Thalibin tulisan Abu'l Faraj Al-Ishfahani, ahli
sejarah kenamaan, anak cucu Bani 'Umayyah sendiri, penulis buku
Al-Aghani (Nyanyian-nyanyian) yang terkenal dan terdiri dari 20 jilid
itu!
Sekiranya saudara-saudara mendapat berita ini dari
sumber luar bahwa kaum Syi'ah adalah teroris, maka saya pikir
saudara-saudara perlu mempelajari lagi istilah teroris dan HAM!
Salah satu bencana yang dihapadi oleh umat manusia
adalah karena umat manusia terbiasa berpikir sektarian. Jika ada
pembunuhan dan pemerkosaan, seperti di Bosnia, dan kaum muslimin yang
jadi korbannya, maka yang 'berteriak-teriak' adalah kaum muslimin.
Sebaliknya bila yang menjadi korban adalah orang kristen, yang ribut
adalah orang kristen. Jika kaum muslimin diusir dari rumah-rumahnya
dan jadi pengungsi, maka yang ribut adalah kaum muslimin. Andaikata
orang kristen yang mengalami hal serupa, maka yang ribut adalah orang
kristen.
Padahal, sejujurnya tidak ada agama yang membenarkan
pembunuhan berdarah dingin atau pemerkosaan, misalnya. Nilai-nilai
agama bersifat universal dan abadi. Semua mestinya 'berteriak' bila
ada pembunuhan tanpa pengadilan, pemerkosaan, ketidakadilan, tidak
peduli siapa pun pelakunya dan apa pun agamanya, siapa pun korbannya
dan apa pun agamanya. Agama menganjurkan kita untuk membantu orang
miskin dan tertindas, siapa pun dia dan apa pun agamanya. Kita
diharuskan mendahulukan tetangga dan keluarga dekat, tetapi kita
seharusnya memikirkan orang lain juga. Atau paling sedikit, tidak
melukai atau menyakiti hati orang lain, bagi anda tentu terasa
berat.
Memang HAM sering diartikan sebagai hak asasi
seseorang dan jarang menggambarkannya sebagai hak asasi sekelompok
orang, seperti orang-orang Palestina, Bosnia, Azerbaijan, Chechnya,
Indian, dan Aborigin.
Teroris sering digambarkan sebagai tindakan
pribadi-pribadi yang tidak berdaya yang meledakkan dirinya
ditengah-tengah kaum mustakbirin dan bukan pemboman-pemboman serta
embargo-embargo yang dilakukan oleh negara kuat terhadap kaum
tertindas dan rakyat sipil, seperti yang dilakukan terhadap Libanon,
Iran, Libya, dan Irak.
Jika saudara-saudara berpendapat bahwa definisi HAM
dan teroris harus ditentukan oleh negara-negara asing dan
sekutu-sekutunya maka saudara-saudara keliru!
Sejarah menunjukkan bahwa sering terjadi kerjasama
antara pemimpin Islam dan luar Islam, atas permintaan raja-raja Islam
dalam memerangi sesama muslim. Hal ini, misalnya, terjadi di Spanyol,
seperti peristiwa Elcid atau kerjasama antara Harun Al-Rasyid dengan
Karel Agung dari Perancis dalam memerangi khalifah Abdurrahman si
Rajawali Spanyol atau apa yang terjadi dalam Perang Teluk.
Apakah saudara-saudara juga akan mengkambinghitamkan
Syi'ah dan menganggap mereka sebagai teroris, pengkhianat dan
penjahat? Apakah saudara-saudara sudah gila?
Definisi HAM atau teroris oleh AS harus saudara
pikirkan matang-matang karena AS sendiri memiliki standard ganda dan
oleh karena itu mereka tidak konsisten. Saudara-saudara perlu
melihat, misalnya, standard ganda AS sperti yang dikritik oleh
sarjana-sarjan AS sendiri.
Pada masa Agresi II Belanda, AS tetap konsisten
dengan perjuangan anti-kolonialisme, tetapi pada saat yang sama
mensuplai senjata-senjata untuk Belanda agar digunakan untuk meyerang
Republik Indonesia dan berakibat dengan agresi kedua ini.
Pelabuhan-pelabuhan ditutup sehingga rakyat menderita yang tidak bisa
dilukiskan dengan kata-kata. Usul yang tidak habis-habisnya oleh
berbagai negara, agar Belanda menarik diri dari pendudukan barunya,
di-veto AS.
AS menentang proliferasi nuklir di Iran dan Irak
tetapi menolak melakukan hal yang sama untuk Israel. AS mengkritik
pelanggaran HAM di Asia Timur, termasuk Indonesia, tetapi tidak di
Israel dan Saudi Arabia. Janganlah mengambil 'sunnah' dari AS dan
boneka-bonekanya yang ingin memonopoli kebenaran, sementara Sunnah
Rasulullah SAWW ditinggalkan. Pikirkanlah lebih dalam dan berhentilah
membuat fitnah. Pikiran-pikiran fascist seperti ini, tidak akan
didukung oleh pemimpin yang waras, termasuk AS!
Syi'ah Pengkhianat
Anda menuduh Syi'ah pengkhianat. Setahu saya kaum
Syi'ah tidak mempunyai kesetiaan ganda. Adakah saudara-saudara
mendengar bahwa kaum Syi'ah Irak, misalnya, mengkhiatanai negaranya
waktu berperang dengan Iran? Padahal Iran jelas menyatakan diri
sebagai negara Islam dan mazhab resminya adalah Itsna Asyariyah,
semazhab dengan Syi'ah Irak?
Pernahkah kaum Syi'ah Azerbaijan mengkhianati
negaranya dan ingin bergabung dengan Iran? Memang di Libanon ada kaum
Hisbullah yang Syi'ah dan membela kaum pengungsi Palestina. Hal ini
haruslah dipahami, karena tiap serangan Israel yang ditujukan kepada
pengungsi Palestina, turut mengorbankan kaum Syi'ah di selatan.
Apakah saudara-saudara ingin mereka memihak Israel?
Ahlu'l-Bait MenolakMazhab Alhu'l-Bait
Jika saudara-saudara menganggap bahwa keturunan
Ahlu'l-Bait menolak mazhab 'Ahlu'l-Bait, lalu menurut saudara-saudara
apakah semua Ahlu'l-Bait di Iran, Irak, dan Libanon adalah anak-anak
haram? Sudahkah anda menyusun statistiknya?
Keturunan Ahlu'l-Bait bukanlah kaum bigots, kaum
pemrasangka buruk dan intoleran, Al-Bayyinat dari Nyamplungan
Surabaya yang terbiasa berpikir eksklusif. Jangan meracuni masyarakat
yang baik-baik dengan sikap tribalism, syu'ubiyah.
Kenapa saudara-saudara, termasuk Al-Irsyad tidak
masuk saja ke dalam Muhammadiyah, misalnya, dan bersama-sama
membangun akidah umat dengan akal sehat dan meninggalkan
pikiran-pikiran sektarian?
Bunuh Syi'i Atau Paksa Pindah Agama
Sadarkah saudar-saudara berapa besar dampak
keputusan seminar yang saudara-saudara keluarkan? Bagaimana pula
hukumnya membuat fatwa yang demikian penting, hanya berdasarkan
prasangka atau pre-judice, seperti Adolf Hitler menyusun Mein Kampf
atau Perjuanganku? Yang jelas gagasan-gagasan yang didasarkan atas
prasangka ras atau etnik, bertentangan dengan demokrasi, Pancasila
dan UUD '45!
Mengapa saudara-saudara tidak meminta pemerintah
kita agar mengusulkan Bahrain, Irak, Iran, Libanon, dan Azerbaijan
dikeluarkan dari anggota OKI karena mayoritas penduduknya bermazhab
Syi'ah yang saudara-saudara kafirkan? Apakah saudar-saudara hendak
menghancurkan OKI juga?
Apakah kaum Syi'ah akan dibunuh semua, atau
dimasukkan ke dalam kamp konsentrasi a la NAZI, atau memaksa mereka
menganut agama diluar Islam? Bukankah orang yang mengaku nasrani atau
Yahudi lebih aman dari pada mengaku Syi'ah seperti di zaman
Mu'awiyyah?
Apakah buku-buku mereka juga harus dibakar?
Tahukah saudara-saudara bahwa dalam Al-Quran ada
ayat yang berbunyi, "Laa ikraaha fi'ddin", tiada paksaan
dalam agama? (QS. Al-Baqarah: 256) dan juga ada tahukah
saudara-saudara ada ayat yang berbunyi, "Lakum diinukum waliya
diin", bagimu agamamu dan bagiku agamaku? (QS. Al-Kafirun: 6)
Jangan mengira Mentri Agama akan ikut gila melarang
Syi'ah!
Mentri Agama kita bukanlah orang bodoh, saya
mengenal beliau di Fakultas Kedokteran Airlangga, sama-sama anggota
HMI dan sama-sama belajar di fakultas tersebut.
Saya harap keputusan para peserta seminar ini
ditarik kembali. Jika keberatan, marilah kita bermujadalah dengan
cara yang lebih baik. Saudara-saudara, saya persilahkan.