Total Tayangan Halaman

Minggu, 26 Oktober 2008

Mitos Kuno Tentang Usia Pernikahan Siti Aisyah RA

Seorang teman kristen suatu kali bertanya kepada saya, "Akankah anda menikahkan saudara perempuanmu yang berumur 7 tahun dengan seorang tua berumur 50 tahun?" Saya terdiam.

Dia melanjutkan, "Jika anda tidak akan melakukannya, bagaimana bisa anda menyetujui pernikahan gadis polos berumur 7 tahun, Aisyah, dengan Nabi anda?" Saya katakan padanya, "Saya tidak punya jawaban untuk pertanyaan anda pada saat ini." Teman saya tersenyum dan meninggalkan saya dengan guncangan dalam batin saya akan agama saya.

Kebanyakan muslim menjawab bahwa pernikahan seperti itu diterima masyarakat pada saat itu. Jika tidak, orang-orang akan merasa keberatan dengan pernikahan Nabi saw dengan Aisyah.

Bagaimanapun, penjelasan seperti ini akan mudah menipu bagi orang-orang yang naif dalam mempercayainya. Tetapi, saya tidak cukup puas dengan penjelasan seperti itu.

Nabi merupakan manusia tauladan, Semua tindakannya paling patut dicontoh sehingga kita, Muslim dapat meneladaninya. Bagaimaanpun, kebanyakan orang di Islamic Center of Toledo, termasuk saya, Tidak akan berpikir untuk menunangkan saudara perempuan kita yang berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.

Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di bawah 18 tahun, dan calon isteri dibawah 16 tahun. Tahun 1931, Sidang dalam oraganisasi-oraganisi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon pernikahan bagi pasangan dengan umur diatas (Women in Muslim Family Law, John Esposito, 1982). Ini memperlihatkan bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim pernikahan usia anak-anak adalah tidak dapat diterima.

Jadi, Saya percaya, tanpa bukti yang solidpun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis brumur 7 tahun dengan Nabi berumur 50 tahun adalah mitos semata. Bagaimanapun perjalanan panjang saya dalam menyelelidiki kebenaran atas hal ini membuktikan intuisi saya benar adanya.

Nabi memang seorang yang gentleman. Dan dia tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadist. Lebih jauh, Saya pikir bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya.

Beberapa hadist (tradisi Nabi) yang menceritakan mengenai umur Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi, hadist-hadist tersebut sangat bermasalah. Saya akan menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisham ibnu `Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan seorang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.

Bukti #1: Pengujian Terhadap Sumber

Sebagian besar riwayat yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadist yang semuanya diriwayatkan hanya oleh Hisham ibn `Urwah, yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, yang mana seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadist serupa juga. Adalah aneh bahwa tak ada seorangpun yang di Medinah, dimana Hisham ibn `Urwah tinggal, sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, disamping kenyataan adanya banyak murid-murid di Medinah termasuk yang kesohor Malik ibn Anas, tidak menceritakan hal ini.
Asal dari riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisham tinggal disana dan pindah dari Medinah ke Iraq pada usia tua.

Tehzibu'l-Tehzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadist, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat : " Hisham sangatbisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq " (Tehzi'bu'l-tehzi'b, Ibn Hajar Al-`asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, 15th century. Vol 11, p.50).

Dalam pernyataan lebih lanjut bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq: " Saya pernah diberi tahu bahwa Malik menolak riwayat Hisham yang dicatat dari orang-orang Iraq" (Tehzi'b u'l-tehzi'b, IbnHajar Al- `asqala'ni, Dar Ihya al-turath al-Islami, Vol.11, p. 50).

Mizanu'l-ai`tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadist Nabi saw mencatat: "Ketika masa tua, ingatan Hisham mengalami kemunduran yang mencolok" (Mizanu'l-ai`tidal, Al-Zahbi, Al-Maktabatu'l-athriyyah, Sheikhupura, Pakistan, Vol. 4, p. 301).

KESIMPULAN:
berdasarkan referensi ini, Ingatan Hisham sangatlah buruk dan
riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan Aisyah adalah tidak kredibel.

KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting dalam sejarah Islam:

Pra-610 M: Jahiliyah (pra-Islamic era) sebelum turun wahyu
610 M: turun wahyu pertama Abu Bakr menerima Islam
613 M: Nabi Muhammad mulai mengajar ke Masyarakat
615 M: Hijrah ke Abyssinia.
616 M: Umar bin al Khattab menerima Islam.
620 M: dikatakan Nabi meminang Aisyah
622 M: Hijrah ke Yathrib, kemudian dinamai Medina
623/624 M: dikatakan Nabi saw berumah tangga dengan Aisyah

Bukti #2: Meminang

Menurut Tabari (juga menurut Hisham ibn `Urwah, Ibn Hunbal and Ibn Sad), Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.

Tetapi, di bagian lain, Al-Tabari mengatakan: "Semua anak Abu Bakr (4 orang) dilahirkan pada masa jahiliyahh dari 2 isterinya " (Tarikhu'l-umam wa'l-mamlu'k, Al-Tabari (died 922), Vol. 4,p. 50, Arabic, Dara'l-fikr, Beirut, 1979).

Jika Aisyah dipinang 620M (Aisyah umur 7 tahun) dan berumah tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan bahwa Aisyah dilahirkan pada 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Al- Tabari, Aisyah seharusnya dilahirkan pada 613M, Yaitu 3 tahun sesudah masa Jahiliyahh usai (610 M).

Tabari juga menyatakan bahwa Aisyah dilahirkan pada saat Jahiliyah. Jika Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal Aisyah berumur 14 tahun ketika dinikah. Tetapi intinya Tabari mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.

KESIMPULAN: Al-Tabari tak reliable mengenai umur Aisyah ketika menikah.

Bukti # 3: Umur Aisyah jika dihubungkan dengan umur Fatimah

Menurut Ibn Hajar, "Fatima dilahirkan ketika Ka`bah dibangun kembali, ketika Nabi saw berusia 35 tahun... Fatimah 5 tahun lebih tua dari Aisyah" (Al-isabah fi tamyizi'l-sahabah, Ibn Hajar al-Asqalani, Vol. 4, p. 377, Maktabatu'l-Riyadh al-haditha, al-Riyadh,1978).



KESIMPULAN: Ibn Hajar, Tabari, Ibn Hisham, dan Ibn Humbal kontradiksi satu sama lain. Tetapi tampak nyata bahwa riwayat Aisyah menikah usia 7 tahun adalah mitos tak berdasar.

Bukti #4: Umur Aisyah dihitung dari umur Asma'

Menurut Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd: "Asma lebih tua 10 tahun dibanding Aisyah (Siyar A`la'ma'l-nubala', Al-Zahabi, Vol. 2, p. 289, Arabic, Mu'assasatu'l-risalah, Beirut, 1992).

Menurut Ibn Kathir: "Asma lebih tua 10 tahun dari adiknya [Aisyah]"
(Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 371,Dar al-fikr al-`arabi, Al-jizah, 1933).

Menurut Ibn Kathir: "Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari kemudian Asma meninggal. Menurut iwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari, atau 100 hari kemudian. Riwayat yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia berusia 100 tahun" (Al-Bidayah wa'l-nihayah, Ibn Kathir, Vol. 8, p. 372, Dar al-fikr al-`arabi, Al- jizah, 1933)

Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani: "Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada 73 or 74 H." (Taqribu'l-tehzib, Ibn Hajar Al-Asqalani,p. 654, Arabic, Bab fi'l-nisa', al-harfu'l-alif, Lucknow).

Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, Saudara tertua dari Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun dia tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah 622M).

Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika Aisyah berumah tangga), Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, Aisyah, berusia 17 atau 18 tahun ketika hijrah pada taun dimana Aisyah berumah tangga.

Berdasarkan Hajar, Ibn Katir, and Abda'l-Rahman ibn abi zanna'd, usia Aisyah ketika beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.

Dalam bukti # 3, Ibn Hajar memperkirakan usia Aisyah 12 tahun dan dalam bukti #4 Ibn Hajar mengkontradiksi dirinya sendiri dengan pernyataannya usia Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi mana usia yang benar ? 12 atau 18..?

KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia Aisyah.

Bukti #5: Perang BADAR dan UHUD

Sebuah riwayat mengenai partisipasi Aisyah dalam perang Badr dijabarkan dalam hadist Muslim, (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab karahiyati'l-isti`anah fi'l-ghazwi bikafir). Aisyah, ketika menceritakan salah satu moment penting dalam perjalanan selama perang Badar, mengatakan: "ketika kita mencapai Shajarah". Dari pernyataan ini tampak jelas, Aisyah merupakan anggota perjalanan menuju Badar.

Sebuah riwayat mengenai pastisipasi Aisyah dalam Uhud tercatat dalam Bukhari (Kitabu'l-jihad wa'l-siyar, Bab Ghazwi'l-nisa' wa qitalihinnama`a'lrijal): "Anas mencatat bahwa pada hari Uhud, Orang-orang tidak dapat berdiri dekat Rasulullah. [pada hari itu,] Saya melihat Aisyah dan Umm-i-Sulaim dari jauh, Mereka menyingsingkan sedikit pakaian-nya [untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tsb]."

Lagi-lagi, hal ini menunjukkan bahwa Aisyah ikut berada dalam perang Uhud dan Badr.

Diriwayatkan oleh Bukhari (Kitabu'l-maghazi, Bab Ghazwati'l-khandaq wa hiya'l-ahza'b): "Ibn `Umar menyatakan bahwa Rasulullah tidak mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada ketika itu, Ibnu Umar berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tsb."

Berdasarkan riwayat diatas, (a) anak-anak berusia dibawah 15 tahun akan dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang, dan (b) Aisyahikut dalam perang badar dan Uhud

KESIMPULAN: Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas mengindikasikan bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal berusia 15 tahun. Disamping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu, bukan untuk menambah beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain dari kontradiksi usia pernikahan Aisyah.

BUKTI #6: Surat al-Qamar (Bulan)

Menurut beberapa riwayat, Aisyah dilahirkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah. Tetapi menurut sumber lain dalam Bukhari, Aisyah tercatat mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis muda(jariyah dalam bahasa arab)" ketika Surah Al-Qamar diturunkan(Sahih Bukhari, Kitabu'l-tafsir, Bab Qaulihi Bal al-sa`atu Maw`iduhum wa'l-sa`atu adha' wa amarr).

Surat 54 dari Quran diturunkan pada tahun ke delapan sebelum hijriyah(The Bounteous Koran, M.M. Khatib, 1985), menunjukkan bahwa surat tsb diturunkan pada tahun 614 M. jika Aisyah memulai berumahtangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M or 624 M, Aisyah masih bayi yang baru lahir (sibyah in Arabic) pada saat Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat diatas, secara aktual tampak bahwa Aisyah adalah gadis muda, bukan bayi yang baru lahir
ketika pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain (Lane's Arabic English Lexicon).

Jadi, Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13 tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar, dan oleh karena itu sudah pasti berusia 14-21 tahun ketika dinikah Nabi.

KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan Aisyah yang berusia 9 tahun.

Bukti #7: Terminologi bahasa Arab

Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati Nabi untuk menikah lagi, Nabi bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat menikahi seorang gadis (bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (thayyib)". Ketika Nabi bertanya tentang identitas gadis tersebut (bikr), Khaulah menyebutkan nama Aisyah.

Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat bahwa kata bikr dalam bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun.

Kata yang tepat untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah, seperti dinyatakan dimuka, adalah jariyah. Bikr disisi lain, digunakan untuk seorang wanita yang belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan, sebagaimana kita pahami dalam bahasa Inggris "virgin". Oleh karena itu, tampak jelas bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah "wanita" (bikr) (Musnad Ahmad ibn Hanbal, Vol. 6, p. .210,Arabic, Dar Ihya al-turath
al-`arabi, Beirut).

Kesimpulan: Arti literal dari kata, bikr (gadis), dalam hadist diatas adalah "wanita dewasa yang belum punya pengalaman sexual dalam pernikahan." Oleh karena itu, Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada waktu menikah
nya.

Bukti #8. Text Qur'an

Seluruh muslim setuju bahwa Quran adalah buku petunjuk. Jadi, kita perlu mencari petunjuk dari Qur'an untuk membersihkan kabut kebingungan yang diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia Aisyah dan pernikahannya. Apakah Quran mengijinkan atau melarang pernikahan dari gadis belia berusia 7 tahun?

Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada sebuah ayat, yang bagaimanapun, yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim. Petunjuk Qur'an mengenai perlakuan anak Yatim juga valid diaplikasikan ada anak kita sendiri sendiri.

Ayat tersebut mengatakan : Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. (Qs. 4:5) Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk mnikh.

Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. ?? (Qs. 4:6)

Dalam hal seorang anak yang ditingal orang tuanya, Seorang muslim
diperintahkan untuk (a) memberi makan mereka, (b) memberi pakaian, (c) mendidik mereka, dan (d) menguji mereka thd kedewasaan "sampai usia menikah" sebelum mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.

Disini, ayat Qur'an menyatakan tentang butuhnya bukti yang teliti terhadap tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil test yang objektif sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta-harta kepada mereka.

Dalam ayat yang sangat jelas diatas, tidak ada seorangpun dari muslim yang bertanggungjawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, Gadis tersebut secara tidak memenuhi syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hambal (Musnad Ahmad ibn Hambal, vol.6, p. 33 and 99) menyatakan bahwa Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan mainannya daripada mengambil tugas sebagai isteri.

Oleh karena itu sangatlah sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar,seorang tokoh muslim, akan menunangkan anaknya yang masih belia berusia 7 taun dengan Nabi yang berusia 50 tahun.. Sama
sulitnya untuk membayangkan bahwa Nabi menikahi seorang gadis belia berusia 7 tahun.

Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita memunculkan sebuah pertanyaan,"berapa banyak di antara kita yang percaya bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 atau 9 tahun?" Jawabannya adalah Nol besar.

Logika kita berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mana mungkin kita percaya bahwa Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai usia pernikahannya?

Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana dari kita semua, Jadi dia akan merasa dalam hatinya bahwa Aisyah masih seorang anak-anak yang belum secara sempurna sebagaimana dinyatakan Qur'an. Abu Bakar tidak akan menikahkan Aisyah kepada seorangpun. Jika sebuah proposal pernikahan dari gadis belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, Beliau
akan menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Quran.

KESIMPULAN: Pernikahan Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum kedewasaan yang dinyatakan Quran. Oleh karena itu, Cerita pernikahan Aisyah gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.

Bukti #9: Ijin dalam pernikahan

Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang dia lakukan menjadi syah (Mishakat al Masabiah, translation by James Robson, Vol. I, p. 665). Secara Islami, persetujuan yang kredible dari seorang wanita merupakan syarat dasar bagi kesyahan sebuah pernikahan.

Dengan mengembangkan kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7 tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.

Adalah tidak terbayangkan bahwa Abu Bakr, seorang laki-laki yang cerdas, akan berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7 tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun.

Serupa dengan ini, Nabi tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis yang menurut hadith dari Muslim, masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika berumah tangga dengan Rasulullah.

KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena akan tidak memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan dari pihak isteri. Oleh karena itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.

Summary:
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, Demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah SAW dan Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.

Jelas nyata, riwayat pernikahan Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisham ibn `Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran, dan kontradisksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisham ibn `Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisham ibn `Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable.

Pernyataan dari Tabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.

Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia Aisyah 9 tahun ketika menikah sebagai sebuah kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tsb dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Qur'an menolak pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak membebankan kepada mereka tanggung jawab-tanggung jawab.


Sumber : Milis Wong Banten

Senin, 20 Oktober 2008

catatan tentang pilkada serang

Hari ini aku baca Koran Tempo di Bus. Ada berita tentang Putaran kedua pemilihan Walikota Serang. Hasilnya untuk sementara Pasangan Benyamin-Khaerul Jaman menjadi pemenang. Koran Tempo menulis perbandingan perolehan suarannya adalah 59, 3 dan 32,17. Tapi aku kok miris ya partisipasi warga dalam pemilu kali ini termasuk minim. Menurut Enan Nadia (Ketua Kelompok Kerja Sosialisasi KPU Serang) hampir separuh dari pemilih tidak menggunakan hak pilihnya. Contoh real di Kelurahan Kaligandu, Serang dari 577 pemilih hanya 222 orang yang menggunakan hak pilihnya.

Terus baca dari milis wongbanten. Pemilu putaran kedua ini juga diwarnai dengan serangan fajar, pembagian uang dari salah satu pasangan calon. Ada posting dari salah satu member milis wongbanten yang katanya malas milih karena merasa dirinya terhina oleh ‘kiriman amplop’ tersebut.

Politik seperti ini tak beretika bahkan biadab. Biadab karena dilakukan oleh orang yang mengaku beragama. Biadab karena membarterkan kemiskinan dengan kekuasaan. Biadab karena mengambil keuntungan dari ketidakberdayaan mereka-mereka yang terpinggirkan dan termarginalkan dari kekuasaan.

Melihat realita pemilihan ini, saya jadi ingat perkataan Nabi Saw “Kemiskinan itu dekat dengan kekufuran”, saya juga teringat perkataan Imam Ali Kw “Seandainya kemiskinan itu berwujud seorang manusia, maka akulah orang pertama yang akan membunuhnya”. Begitu jelas masih banyak warga kota Serang yang hidup dalam kemiskinan sehingga membarterkan haknya dengan dua lembar uang lima ribuan atau selembar uang dua puluh ribuan. Jargon Serang BERTAKWA jelas sebuah kekosongan, Sederatan Asma’ul Husna di Sepanjang jalan kota Serang adalah kemunafikan yang jelas dipertontonkan. Terkadang dalam banyak hal agama dijadikan kedok. Kedok untuk menarik dana, simpati dan dukungan. Setelah itu semua dilupakan.

Sikap kita? Bingung. Melawan tak bisa. Diam saja berdosa. Ya Allah ampuni kami semua.

Kamis, 16 Oktober 2008

The Kite Runner

Di bus, jum'at kemarin aku ditawari sebuah buku oleh pedangan asongan. Setelah lihat-lihat koleksi bukunya hampir semuanya pernah aku baca. Tapi ada satu yang menarik. The Kite Runner. Aku sudah tau bukunya sejak kuliah tapi belum sempat juga membelinya. Ga sempet. Akhirnya aku beli buku itu. Langsung dibuka saat itu juga sampulnya. Langsung dibaca. Seru. Dari Kebon Jeruk sampe serang lumayan habis 50-an halaman.

The Kite Runner ditulis oleh seorang afghan, bersetting afghanistan, bercerita tentang persahabatan dua orang anak afghan. Amir dan Hasan. Nama-nama tokoh lainnya sangat akrab di telinga muslim. Baba, Ali, Rahim Khan, Soraya, Jendral Taheri, Farid, Assef dan nama-nama lainnya.

The Kite Runner yang arti harfiahnya 'Pengejar Layang-layang' membuat saya penasaran. Buku ini bercerita tentang apa?

Amir dan Hasan adalah dua orang anak yang berselisih setahun usianya. Hasan yang lebih tua. Hasan terlahir sebagai seorang Hazara (pembantu) yang sangat setia pada tuannya Amir (si tokoh utama). Hasan adalah seorang syi'i yang sangat religius sedangkan amir liberal. Ayah Amir tidak begitu mempedulikan agama, ia hidup dengan aturan yang dibuatnya sendiri. "Satu-satunya dosa adalah pencurian dan segala dosa yang lainnya pada hakikat bentuk turunan dari dosa pencurian. Jika engkau berbohong engkau telah mencuri hak-hak seseorang untuk mendapatkan kebeneran. Jika engkau membunuh seseorang maka engkau telah mencuri seorang ayah dari anaknya, mencuri seorang suami dari istrinya, mencuri seorang anak dari orangtuanya". Itulah ajaran yang selalu terngiang-ngiang di telinga Amir dari Baba (ayah Amir).

Selama masa kecil di Afganistan Amir ingin memperoleh perhatian dari Baba yang cuek terhadapnya bahkan terkesan lebih bangga pada Hasan si Hazara. Berbagai macam cara ia tempuh untuk mendapatkan perhatian Baba tapi usahanya seperti sia-sia. Akhirnya ada satu momen yang akan membuat bangga. Festival layang-layang yang akan diselenggarakan di distrik (kota) tempat Amir tinggal. Hasan dengan segala keahlian yang dimiliknya selalu memberi semangat pada Amir bahwa hari itu adalah hari miliknya. Festival pun di selenggarakan dan dengan bantuan Hasan Amir menjadi juara festival tersebut dan ada hadiah bergengsi lain yang harus di dapatkan Amir yaitu layang-layang terakhir yang terputus harus menjadi miliknya. Hasan sang Hazara mengejar layang-layang itu untuk Amir.

"Untukmu untuk keseribu kalinya Amir Agha, aku akan mendapatkan layang-layang itu"

Hasan berhasil mendapatkan layang-layang terakhir itu, tapi ditengah jalan ia cegat oleh assef dan rombongannya. Assef bertubuh kekar dan sangat mengidolakan hitler sang nazi. Ia beringas dan kejam dan ingin membalas dendam pada Hasan karena pada hari sebelumnya ia telah dipermalukan oleh Hasan dengan ancaman ketepelnya. Dengan bantuan tiga orang rekannya ia menganiaya Hasan dan melakukan suatu nista kaum Nabi Luth kepada Hasan. Dan Amir berada ditempat kejadian, menyaksikkan semua kebejatan Assef dan kawan-kawan. Tapi ia tidak berani melakukan apa-apa. Amir terlalu pengecut untuk membela temannya. Ia pura-pura tidak melihat. Hasan berkucuran darah hitam tapi berhasil mempertahankan layang-layang itu dan menyerahkannya kepada Amir. Amir pun dengan bangga membawa layang-layang itu pada Baba dan Baba pun pada hari itu sangat bangga dengan Amir. Amir berhasil memperoleh perhatian dan kedekatan dengan Baba. Dari sinilah konflik mulai berkembang. Bagaimana Amir merasa begitu tersiksa melihat Hasan. Rasa bersalah menghantuinya. Ia tidak sanggup lagi bermain dan melihat Hasan, melihat Hasan begitu menghadirkan derita baginya. Derita sebuah pengkhianatan. Ia terus tersiksa dan ia ingin terbebas dari rasa siksaan itu. Salah satu dari mereka harus pergi. Ia pun merancang skenario untuk mengusir Hasan. Ia menyelipkan tumpukan uang dan jam tangan hadian ulang tahunnya di bawah kasur Hasan. Melaporkan kepada Baba dan menuduh Hasan sebagai pencuri. Anehnya Hasan mengakui semua yang dituduhkan Amir. Hasan kembali berkorban untuk Amir. Hasan dan Ali akhirnya pergi dari rumah besar Baba. Tapi semenjak saat itu Amir tidak bisa tidur nyenyak, ia menderita insomania.

Rusia(Soviet) kemudian menyerang Afganistan. Baba dan Amir melarikan diri kemudian hijrah ke Amerika. Di Amerika Amir sedikit lebih lega lepas dari bayang-bayang Hasan. Ia berhasil lulus kuliah, menikahi seorang putri anak jendral Taheri. Dan berhasil menjadi seorang penulis yang terkenal setelah ayahnya wafat.

Pada tahun 2001 ia mendapat telepon dari Rahim Khan teman dekat ayahnya dan seorang yang telah memberinya semangat sebagai seorang penulis. "Ada jalan kembali untuk menuju kebaikan Amir Agha..." begitulah kata-kata Rahim Khan yang terngiang-ngiang pada Amir. Ia pun memutuskan untuk mengunjungi Rahim Khan di Pakistan. Dan disanalah ia menerima kebenaran yang selama ini tidak terungkap. Ia kaget luar biasa mendapatkan berbagai macam fakta baru yang diceritakan oleh Rahim Agha. Ternyata Hasan bukanlah Hazara sebenarnya, Hasan adalah saudara tirinya. Hasan adalah anak dari Baba. Rasa bersalahnya semakin besar. Hasan sendiri telah meninggal dan meninggalkan seorang anak bernama sohrab (nama yang diambil dari sebuah cerita kuno di persia kesukaan Amir dan Hasan).

Amir pun diberi amanat untuk menyelamatkan Sohrab. Dan sejak saat itu ia seperti menerima pembalasan atas dosa-dosa yang dilakukannya pada Hasan. Ia hampir mati di Afganistan di tangan Assef yang telah menjadi seorang Talib yang ingin melakukan pembersihan etnis terhadap semua hazara. Afganistan hanya untuk orang Pashtun, begitulan pola pikir Assef. Amir akhirnya berhasil mendapatkan Sohrab dan mengajaknya ke Amerika. Tapi selama setahun tinggal bersama perlakuan Sohrab tetep dingin. Sedingin perlakuannya terhadap Hasan dulu setelah peristiwa layang-layang itu. Tapi pada akhirya Amir berhasil mendapatkan senyum Sohrab saat ia dan sohrab bermain layang-layang bersama dan ia pun merasakan kebebasan.

Ada satu hal yang menarik dari novel ini. Tokoh Baba dan Amir dihantui oleh perasaan bersalah luar biasa dan rasa bersalah itu pulalah yang mendorongnya untuk melakukan berbagai macam kebaikan. Rasa bersalah telah menjadikan mereka berdua menjadi orang-orang baik. Di sini seperti membaca sebuah ungkapan yang pernah saya baca "Dengan dosa kita menjadi dewasa". Sementara ada banyak orang atas nama Tuhan menjadi mesin-mesin pembunuh. Ya novel ini begitu banyak menengahkan ironi yang menyentuh nilai-nilai kemanusiaan kita. Walau alurnya tidak menyentak tidak salah jika novel ini menjadi salah satu koleksi bacaan Anda.

Senin, 06 Oktober 2008

Laskar Pelangi

Laskar Pelangi, pertama melihat bukunya di kosan temen. Kata temen isinya bagus dan pernah dibedah di acara Kick Andi MetroTV. Terus lihat temen lain yang asik baca buku (apa novel ya?) itu. Setelah selesai dia membaca, bukunya aku pinjam. Wah bagus banget itu buku. Cara penulisannya berbeda dengan novel-novel yang pernah aku baca. Tidak kaku, mengalir begitu aja. Kayak ga resmi malah. Isinya seru abis. Berbagai macam rasa ada dalam buku itu. Perjuangan dan keharuan, kelucuan, rasa pengabdian seorang guru dan lain-lain. Yang paling kerasa sih keriangan dan rasa keingintahuan anak-anak.

Peristiwa perkenalanku dengan laskar pelangi terjadi sekitar setengah tahun yang lalu dan semenjak saat itu aku membeli semua buku-buku karangan Andrea Hirata (penulis Laskar Pelangi). Sang Pemimpi dan Edensor dua buku lain dari tetralogi laskar pelangi karangan Andrea tidak kalah menariknya dengan buku Laskar Pelangi. Dari Laskar Pelangi sampai Edensor saya menangkap satu pesan yang kuat dari Andrea. Pesan itu menurut saya adalah "ajari anak-anak kita dengan mimpi dan ajari mereka kepercayaan untuk bisa menggapainya" atau "hiduplah dengan mimpi dan kejarlah mimpi itu".

Sebelum lebaran aku tahu bahwa laskar pelangi telah di-film-kan dan penayangannya serentak di seluruh bioskop Indonesia. Tadinya sehabis lebaran pengen ngajak istri nonton film-nya. Tapi karena kita lagi punya anak kecil (Si Allif baru berusia 4 bulan) rencana itu kita batalkan. Akhirnya senin kemarin sepulang dari kantor aku menyempatkan diri untuk menonton filmnya. Dan surprise aku bener-bener kagum sama hasil filmnya. Riri Riza sang Sutradara menurut saya telah berhasil menjadikan Film Laskar Pelangi sebagai Film Indonesia terbaik yang pernah saya tonton (film ayat-ayat cinta mah lewatlah, emang film ayat-ayat cinta bagus ya?).

Rasa pengabdian dua orang guru yang luar biasa, keriangan, kelucuan, kecerian dan kreativitas anak-anak, perjuangan yang luar biasa dari seorang lintang yang jarak sekolah dan kampungnya sangat jauh (paling jauh dari murid-murid lain) tapi selalu datang paling pagi. Lintang juga seorang gigih luar biasa, dia begitu tertarik dengan berbagai macam bacaan. Rasa ingin tahu lintang lintang membuatnya membaca semua teks-teks yang dijumpainya. Bagi saya sosok lintang yang walaupun pada akhirnya jadi Sopir Truk merupakan sosok yang sangat inspiratif, sangat bisa menginspirasi. Saya yakin, kalo ada orang yang menangis saat membaca buku Laskar Pelangi pasti saat membaca bagian perjuangan lintang dalam bersekolah.

Membandingkan Film Laskar Pelangi dengan bukunya menurut saya tidak arif. Membaca buku Laskar Pelangi setiap orang punya filmnya masing-masing. Imaginasi kita tentang buku Laskar Pelangi begitu luas dan beragam. Film Laskar Pelangi bagi saya bentuk kreatif yang menghadirkan gambaran kehidupan anak-anak Indonesia yang penuh warna. Film yang mampu menghadirkan "yang dekat namun terasa jauh" menjadi "yang dekat dan terasa dekat". Bagi yang belum nonton saya rekomendasikan untuk menonton Film ini.