Total Tayangan Halaman

Senin, 22 Desember 2008

Dasar-Dasar Java : Array dan String


Tulisan sebelumnya tentang topik ini :

1. Berkenalan Dengan Java

2. Instalasi Java dan Eclipse IDE

3. Berkenalan Dengan Eclipse

4. Dasar-Dasar Java : Variable, Konstanta dan Tipe Data


Pada bagian ini kita akan membahas tentang array dan string, dua hal yang akan sering kita gunakan dalam pemrogramman Java.

Array

Array adalah suatu variabel yang menyimpan kumpulan literal dari suatu tipe data yang sama. Misalnya kita seorang pedagang toko, ingin menyimpan pendapatan tiap bulan kita dalam suatu variabel yang bertipe double. Maka ada dua belas variabel dengan tipe data double yang kita butuhkan. Misalnya deklarasi variabel tersebut adalah sebagai berikut :


double pendapatanBulan1;
double pendapatanBulan2;
double pendapatanBulan3;
.
.
.
double pendapatanBulan12;

Tentu sangat repot mendeklarasikan variabel sebanyak itu. Bisa-bisa program yang kita buat hanya berisi kumpulan deklarasi variabel.

Array membantu kita mengelompokkan variabel-variabel yang sejenis ke dalam satu variabel array. Dengan array deklarasi variabel yang cukup banyak di atas, bisa diringkas sebagai berikut :

double[] pendapatanBulanan = new double[12];
atau double pendapatanBulanan[] = new double[12];

Dua contoh deklarasi variabel array di atas sama benarnya (di sini hanya ditunjukkan perbedaan cara deklarasi saja). Angka 12 menyatakan panjang array tersebut.

Seperti variabel, array juga bisa diinisialiasi (diberi nilai awal). Berikut contoh deklarasi array yang sudah diinisialisasi :

double pendapatanBulanan[] = new double{10000, 20000, 30000, 40000, 50000, 60000, 70000,80000, 90000, 100000, 110000,120000}

Untuk memanipulasi (mengolah) nilai dari suatu array kita harus mengakses indeks elemen array tersebut. Indeks element array selalu dimulai dari indeks 0, sehingga indeks terakhir suatu array adalah selalau panjang array dikurangi satu. Contoh berikut akan memanipulasi nilai indeks pertama menjadi 15000, dan indeks ke enam menjadi 75000 :

pendapatanBulanan[0] = 15000;
pendapatanBulanan[6] = 75000;

Konsep array bukan hanya berlaku pada tipe data primitif saja, ia juga berlaku pada tipe data kelas.

String

Mengolah "kata atau kalimat" di dalam programming java bisa dilakukan dengan menggunakan tipe data primitif char[] (array dari karakter). Contoh jika kita ingin menyimpan kata "hello" bisa dilakukan dengan ekspresi berikut :

char[] charHello = new char{’h',’e',’l',’l',’o'};

Tapi semakin panjang kata atau kalimat yang kita olah, ekspresi seperti di atas sangat tidak efektif. Karena kekurangan fleksibilitas char[] ini java menyediakan suatu kelas khusus yang bernama String untuk membuat dan memanipulasi kata atau kalimat. Dengan menggunakan kelas String, ekspresi di atas bisa diganti dengan ekspresi berikut :

String strHello = "hello";

Literal dari suatu objek String selalu diapit oleh tanda kutip ("");

Kelebihan kelas String dibandingkan dengan char[] adalah kelas String lebih dinamis. Kalau kita menggunakan char[], sekali deklarasi pangjang char[] tidak pernah berubah. Sedangkan String bisa kita manipuasi sesuka kita (bisa kita kurangi atau kita tambahkan). Pada variabel charHello, panjang kata yang bisa dimanipulasi selalu 5. Manipulasi pada variabel charHello hanya terbatas pada penggantian literalnya saja (sedangkan panjangnya selalu tetep). Sedangkan variabel strHello selain kita bisa mengganti literalnya, panjangnya juga secara bersamaan berubah sesuai dengan kata atau kalimat yang akan kita manipulasi. Misalnya kita ingin mengganti literal variabel strHello menjadi "halo, Apa Kabar?", kita cukup membuat ekspresi berikut :

strHello = "halo, Apa Kabar?";

String juga bisa kita tambahkan. Misalnya kita ingin menambahkan "halo, Apa Kabar?" dengan kalimat "Apakah baik-baik saja ", maka kita bisa melakukan operasi penambahan pada strHello sebagai berikut :

strHello = strHello + " Apkah baik-baik saja?";

Lebih fleksibel bukan?

Dengan eclipse anda bisa mengetahui prilaku (method) apa saja yang dimiliki oleh objek String (dengan menambahkan titik pada akhir objek string nya).


Rabu, 10 Desember 2008

Dasar-dasar Java : Variabel, Konstanta dan Tipe Data

Tulisan sebelumnya tentang topik ini :
1. Berkenalan Dengan Java
2. Instalasi Java dan Eclipse IDE
3. Berkenalan Dengan Eclipse


Pada bagian ini akan dijelaskan tentang variabel, konstanta dan tipe data.

Variabel

Variabel adalah suatu nama yang digunakan untuk menyimpan suatu nilai dari tipe data tertentu. Nilai dari suatu variabel disebut literal. Sebelum digunakan variabel harus dideklarasikan. Deklarasi disesuaikan dengan tipe data yang ingin direpresentasikan.

Deklarasi variabel mengikut aturan sebagai berikut : tipeData namaVariabel. Contoh berikut adalah deklarasi variabel dengan menggunakan tipe data int :

int bilangan1;
int bilangan2;

Kata int adalah tipe data, sedangkan bilangan1 dan bilangan2 adalah nama variabel. Dua deklarasi variabel di atas bisa diringkas menjadai : int bilangan1, bilangan2;


Tipe data dari suatu variabel bisa berupa tipe data primitif (seperti : int, byte, char, short, boolean dll) atau tipe data berupa class (misalnya Integer, Byte, Short, Boolean dll - bisa kelas yang anda buat).

Variabel bisa diinisialisasi (diberi nilai awal). Misalnya pada contoh di atas kita melakukan inisialisasi sebagai berikut :

int bilangan1 = 0;
int bilangan2 = 5;

Tanda ; (titik koma) menyatakan satu statemen yang utuh (Dalam bahasa manusia ’satu kalimat yang lengkap - berakhir dengan tanda titik’).

Java memiliki aturan-aturan dalam penamaan suatu variabel. Aturan-aturan itu adalah sebagai berikut :

  • Penamaan variabel tidak boleh menggunakan kata-kata kunci dalam bahasa pemrogramman java. Kata-kata kunci tersebut adalah sebagai berikut (berdasarkan urutan abjad) : abstract, boolean, break, byte, case, catch, char, class, const, continue, default, do, double, else, extends, final, finally, float, for, goto, if, implements, import,instanceof, int, interface, long, native, new, package, private, protected, public, return, short, static, super, switch, synchronized, this, throw, throws, transient, try, void, volatile dan while.
  • Harus dimulai dengan huruf atau garis bawah ( _ ) atau tanda dollar ($), tidak boleh angka. Huruf kedua dan seterusnya bebas (bisa angka) tapi tidak boleh menggunakan operator yang digunakan java (semisal +, ++, * , -, — dll)
  • Panjang nama variabel terserah (dalam artian tidak dibatasi) tapi kata-katanya tidak boleh terpisah.
  • Nama Variabel dalam java adalah case sensitif (membedakan huruf kecil dan huruf besar. Nama variabel bilangan1 dan Bilangan1 dianggap sebagai dua variabel yang berbeda.
  • Penamaan variabel sebaiknya interpretatif, menggambarkan raealita yang diwakilinya. Penamaan variabel String namaMahasiswa adalah lebih interpretatif dibandingkan dengan variabel String x.

Sudah menjadi konvensi (kesepakatan) para programmer java juga, jika penamaan variabel dimulai dengan huruf, maka hurufnya harus huruf kecil.

Berikut contoh penamaan variabel yang valid dan tidak valid :

int bilangan1 –> valid
int bilangan 1 –> tidak valid
int 1bilangan –> tidak valid
int _bilangan1 –> valid
int $bilangan1 –> valid
int b1langan –> valid
int bi-langan –> tidak valid
int bi+langan –> tidak valid

Konstanta

Pada prinsipnya konstanta hampir mirip dengan variabel. Dua-duanya digunakan untuk menyimpan suatu nilai dari tipe data tertentu. Bedanya variabel menyimpan suatu nilai yang bisa berubah-ubah (dinamis) sedangkan konstanta sekali dideklarasikan nilainya tidak akan pernah berubah. Variabel bisa tidak diinisialisasi, sedangkan konstanta selalu diinisialisasi dan nilai inisialisasi tersebut tidak akan pernah berubah.

Deklarasi konstanta mirip dengan deklarasi variabel. Tetapi memiliki kata kunci final sebelum tipe datanya. Dan seperti variabel, konstanta juga memiliki aturan dalam penamaannya. Nama konstanta hanya boleh terdiri dari huruf besar dan garis bawah (undescore). Berikut contoh penamaan konstanta yang valid :

final double PI = 3.14;

Tipe Data

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, deklarasi variabel dan konstanta membutuhkan tipe data tertentu. Java memiliki delapan tipe data primitif, sedangkan untuk tipe data kelas jumlahnya tak terhingga (karena bisa kita definisikan sendiri). Delapan tipe data primitif ini sangat fundamental karena ia sebagai dasar untuk membangun tipe data kelas.

Kedelapan tipe data primitif tersebut bisa digolongkan kedalam tipe data numerik (untuk mengolah nilai-nilai yang berupa angka), tipe data boolean (berisi nilai benar dan salah - 0 dan 1), dan tipe data karakter huruf.

Tipe data numerik dibagi menjadi dua, yakni tipe data untuk menyimpan bilangan bulat dan tipe data untuk menyimpan bilangan pecahan.

Berikut tipe data primitif (dasar) dalam java :

Numerik Bilangan Bulat :

  • byte (panjangnya 1 byte = 8 bit), menampung nilai dari -128 sd 127. Memiliki nilai default 0 –> artinya jika tidak diinisialisasi (diberi nilai awal) variabel yang menggunakan tipe data ini bernilai 0.
  • short (panjangnya 2 byte = 16 bit), menampung nilai dari -32,768 sd 32,767. Nilai default juga 0.
  • int (panjangnya 4 byte = 32 bit), menampung nilai dari -2,147,483,648 sd 2,147,483,647. Nilai default 0.
  • long (panjangnya 8 byte = 64 bit), menampung nilai dari -9,223,372,036,854,775,808 sd 9,223,372,036,854,775,807. Nilai default 0.

Numerik Bilangan pecahan :

  • float (panjangnya 4 byte), menampung nilai dari -3.4E38 (-3.4 * 10 pangkat 38) sd +3.4E38. Memiliki presisi angka sampai 7 digit (0.xxxxxxx)
  • double (panjangnya 8 byte), menampung nilai dari -1.7E308 (-1.7 * 10 pangkat 308) sd +1.7E308. Memiliki presisi angka sampai 17 digit (0.xxxxxxxxxxxxxxxxx)

Deklarasi untuk tipe data numerik bilangan pecahan secara default menggunakan tipe data double. Jadi 0.24, 1.78, 2000.5034 dll dibaca sebagai double. Dengan eclipse deklarasi variabel float testFloat = 0.24; akan bertanda merah (berarti eclipse mendeteksi kesalahan). Deklarasi pecahan yang bertipe float harus diakhiri dengan huruf f. Deklarasi float yang salah di atas bisa diperbaiki menjadi sebagai berikut float testFloat = 0.24f.

Sudah 6 tipe data primitif yang kita bahas. Dua tipe data primitif yang lain adalah char dan boolean. char adalah tipe data untuk menampung nilai dari satu karakter (bisa berupa huruf atau angka). Sedangkan boolean adalah tipe data untuk menampung nilai benar (true) atau salah (false). Berikut contoh deklarasi variabel menggunakan tipe data primitif char dan boolean yg sudah dinisialisasi:

char nilaiKuliah = ‘A’;
boolean lulus = true;

Default tipe data char adalah karakter kosong, sedangkan default tipe data boolean adalah bernilai ‘false’.

Untuk setiap tipe data primitif yang telah dijelaskan, java memiliki tipe data kelas yang bersesuaian, yaitu Byte untuk tipe data primitif byte, Short untuk tipe data primitif short, Integer untuk tipe data primitif int, Long untuk tipe data primitif long, Float untuk tipe data primitif float, Double untuk tipe data primitif double, Boolean untuk tipe data primitif boolean dan Character untuk tipe data primitif char.


Minggu, 30 November 2008

Berkenalan Dengan Eclipse

Tulisan sebelumnya tentang topik ini :
1. Berkenalan Dengan Java
2. Instalasi Java Dan Eclipse IDE


Pada bagian ini kita akan mencoba berkenalan dengan eclipse. Untuk pertama kali, kita akan membuat ulang program Test.java pada bagian sebelumnya dengan eclipse. Jika anda mengikuti bagian dua anda telah berhasil membuat suatu environment pemrogramman java yang siap dipakai.

Klik kanan src pada package Explorer Eclipse. Pilih New - Class. Kita diminta untuk memberi nama Package (utk sementara biarkan default dengan tidak mengisi option ini), isilah Name dengan Test, kemudian tekan tombol Finish. Hasilnya adalah gambar berikut :



Untuk memperbesar editor (biar bisa satu layar penuh), Tekan dua kali file Test.java (pada editor bukan pada Package Explorer). Begitu juga untuk kembali ke ukuran asal kita juga melakukan hal yang sama (menekan dua kali file Test.java pada editor).

Berikutnya saya akan memberikan tiga jurus jitu eclipse. Pertama adalah autocomplete editor, kedua koreksi sintak, dan yang ketiga adalah pendefinisian untuk sintak-sintak yang sering digunakan dengan keyword yang lebih pendek. Dua hal yang pertama paling sering digunakan, sementara yang terakhir jarang digunakan — karena mekanisme autocomplete grammer eclipse sangat cepat.

Ok, untuk jurus pertama, di dalam body class ketiklah : main kemudian tekanlah Ctrl+Space autocomplete eclipse akan memberikan semua kemungkinan keyword sintak yang bisa kita pilih. Pilih option main method, maka kerangka method main dilengkapi oleh eclipse. Begitu juga ketika kita bekerja dengan ribuan kelas java kita hanya perlu mengetikkan kata depannya ditambah menekan Ctrl+Space, dan setelah kita pilih apa yang kita inginkan, eclipse akan melengkapi secara otomatis (melakukan import dan lain sebagainya). Ctrl+Space digunakan untuk mengakses semua properti dari suatu kelas atau objek (static variabel, instance variabel, static method, instance method — istilah ini akan dijelaskan kemudian). Anda telah mendapatkan jurus pertama.

Jurus kedua, autocorrect grammer. Tambahkan kata impl kemudian gunakan jurus pertama setelah deklarasi class (setelah kata "Test") kemudian tambahkan kata ActionL setelah kata implements, gunakan jurus pertama lagi. Hasilnya kata "Test" berwarna merah dan eclipse mengindikasikan ada error yang terjadi (ini saatnya menggunakan jurus kedua). Arahkan kursor pada kata yang bergaris merah kemudian tekanlah Ctrl+1(satu), eclipse akan memberikan pilihan-pilihan untuk membenarkan kode tersebut. Pilihlah selalu pilihan paling atas yang ditawarkan oleh eclipse. Kode errorpun akan hilang. Setiap kali ada indikasi error gunakanlah jurus kedua (Ctrl+1) untuk memperbaikinya. Memperbaiki error juga bisa dilakukan dengan menekan tanda error (tanda merah x), eclipse akan memberikan pilihan-pilihan utk memperbaikinya.

Masuk pada jurus ketiga mengakses sintak yang sering digunakan dengan membuat keyword baru yang lebih pendek. Pilih menu Window - Preferences - Java - Editor - Templetes. Misalnya kita akan menggantikan System.out.println() dengan sop, cari sysout pada Name kemudian klik Edit, gantilah sysout menjadi sop, kemudian tekan tombol OK, akan muncul dialog konfirmasi, Tekan tombol Yes. Kemudian tekan OK. Keyword baru sudah siap digunakan. Untuk mengetesnya kembali ke file Test.java, pada body method main (diapit oleh tanda { }) ketikkanlah sop kemudian gunakan jurus pertama. Sim salabim…keren bukan? Masukanlah kata seperti pada contoh program yang ditulis dengan notepad. Kemudian tekan Ctrl+s untuk menyimpan file tersebut. Di sini kelebihan eclipse juga bekerja. Ketika kita menyimpan file java file tersebut otomatis sudah dikompilasi. Dengan eclipse kita tidak perlu lagi melakukan kompilasi file-file java yang kita buat. Hanya cukup dengan menyimpannya. Dan prosesnya seperti menyimpan file biasa (sangat cepat).

Ok, selanjutnya kita menjalankan program java yang kita buat. Karena program yang kita buat berbasiskan teks (console), munculkan console eclipse dengan memilih menu Window - Show View - Console. Dari Package Explore, klik kanan file Test.java pilih Run As - Java Application. Kita akan melihat teks yang bertulisakan "INI PROGRAM JAVA PERTAMA SAYA" di console eclipse kita. Sebenarnya ada tiga cara mengeksekusi kode kita, yang pertama seperti telah saya sebutkan, yang kedua adalah dengan menglik kanan kode yang sedang aktif kemudian memilih yang sama spt pada pilihan pertama (Run As - Java Application), sedangkan yang ketiga menekan tombol hijau disamping ikon bugs (kutu).


Selasa, 25 November 2008

Dan Tentang NII itu…

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang

Wong gw pengen ngobrol serius ama lo. Tapi tidak sekarang. Kamar gw lagi banyak orang. Nanti malam aja ya Wong!”.

Kak Arif, sekarang ada di kos ga, ada hal penting yang ingin saya bicarakan. Tolong di bales ya..!”.

Keinginan untuk menulis masalah ini lumayan agak lama. Dulu adik saya meminta saya untuk membuat tulisan yang khusus membahas masalah NII. Saya pun menjanjikan. Tapi baru sekarang niat itu terlaksana.

Berbicara tentang NII sebenarnya saya agak riskan. Saya yakin dengan tulisan ini banyak orang yang akan tersinggung. Tersinggung bukan karena saya menganggap mereka ‘salah’, tapi mungkin karena ‘ketidaksetujuan’ saya terhadap gerakan ini. Karena ketidaksetujuan itulah tulisan ini lahir. Saya tidak akan menyalahkan mereka. Saya hanya ingin membahas dari perspektif seseorang yang mempertanyakan. Jadi sebelum melanjutkan, saya terlebih dahulu memohon maaf bagi mereka yang merasa terserang oleh tulisan ini.

Ketika masa SMU kelas satu. Saya termasuk orang yang memiliki ‘idealisme’ yang sama dengan gerakan ini. Syari’at Islam bagi saya waktu itu harus diperjuangkan untuk tegak di negeri Indonesia tercinta. Tapi ada hal yang membuat saya tidak langsung menceburkan diri ke dalam suatu gerakan. Saya orangnya suka penasaran. Saya sering bertanya. Saya sering ragu. Maka sebelum saya masuk terhadap sesuatu saya mencari berbagai referensi. Akhirnya saya pun tenggelam dalam pencarian kurang lebih selama satu setengah tahun. Kebetulan waktu itu saya ditemani oleh seseorang yang sampai saat ini ‘sangat’ saya sayangi. Setiap buku yang saya baca untuk mendukung terwujudnya syari’at Islam di Indonesia, saya berikan kepada orang yang saya sayangi itu. Proses pencarian pun terus berlanjut. Saya belum menemukan apa-apa yang membuat saya yakin untuk bergabung dengan gerakan ini. Tapi sayang, saya tahu orang yang saya sayangi ini telah bergabung bersama gerakan ini. Ketika proses pencarianku menemukan ada sesuatu yang menurutku kurang ‘sreg’ dalam proses gerakan ini, orang yang saya sayangi telah menemukan titik yang menyatakan ke’final’annya dalam pencarian ini. Ia sepenuhnya yakin. Dan saya tahu akhirnya ia masuk bai’at dalam gerakan ini.

“Arif, orang NII mah tidak mungkin mengaku kalau dia orang NII” katanya.

Dari kata-kata yang ringkas tersebut saya telah mengetahui bahwa dia orang NII. Saya termasuk orang yang peka dalam mendengar setiap kata. Entahlah saya sering merasa begitu mudah membaca ekspresi. Dan saya yakin, waktu itu saya membaca ekspresi orang NII. Dan ketika saya ngobrol-ngobrol dengan temannya. Saya bertambah yakin. Dengan memanfaatkan sedikit trik psikologi, saya berhasil membuat temannya ini dengan tegas menyatakan “saya orang NII”. Tapi aku menghormati pilihannya. Biarlah pengalaman yang mendewasakannya. Walaupun saya tahu semenjak SMU bahwa dia orang NII. Saya tetap menyayanginya. Walau pun saya tahu ada doktrin NII yang melarang muslimah NII untuk menikah dengan orang diluar golongan mereka. Karena saya tahu, itu adalah hasil pencariannya. Dan sampai saat ini saya tetap menghargai setiap pendapatnya. Semoga Allah senantiasa menjaga dan menyayangimu selalu itulah do’a saya untuknya.

Saya pun sesudah itu sering bertemu dan berdiskusi dengan mantan orang NII. Saya pernah diberikan sedikit tulisan yang khusus membahas NII dari perspektif orang dalam yang sudah keluar. Ia berani menyatakan murtad dari NII. Tapi tidak berani untuk menyatakan murtad dari Islam. Katanya ia memerlukan keberanian yang luar biasa untuk murtad dari NII. Itu sangat sulit sekali. Lebih sulit dibandingkan ketika ia akan bergabung dengan gerakan ini. Lantas saya pun bertanya apa yang membuatnya yakin untuk keluar dari gerakan ini. Ia hanya menjawab dengan singkat.

Karena saya tidak menemukan ketenangan”.

Waktu terus berlalu. Saya terus bergelut dengan pencarian-pencarian yang baru. Dan pada semester delapan ini. Teman deket saya, orang yang sudah saya anggap saudara sendiri ingin berbicara tentang NII dengan saya. Dan tidak selang dua minggu kemudian adik saya mengirimkan SMS untuk masalah yang sama. Hanya saja kasusnya berbeda. Adik saya tidak ikut serta dalam gerakan ini. Ia hanya curiga orang yang ‘disayangi’nya telah terbawa oleh NII. Dia meminta saya untuk menulis khusus masalah NII ini.

Saya melakukan tiga kali kajian dengan temen dekat saya. Sementara untuk adik saya hanya sekali, itu pun tanpa orang yang disayanginya itu.

Kajian pertama dan kedua dengan temen dekat saya tanpa melibatkan literatur sama sekali. Saya hanya mengingat-ingat apa yang pernah saya baca tentang NII. Jadi kajiannya hanya dalam bentuk dialog plus dialektika dikit (eh ada juga kutipan-kutipan ayat dan hadits yang kebetulan saya hapal).

NII merupakan gerakan yang ingin menegakkan syariat Islam di Indonesia. NII lahir karena ketidakpuasan Kartosuwiryo terhadap Republik Indonesia yang begitu mudahnya terkalahkan oleh Belanda. Setelah perjanjian Renville wilayah Republik Indonesia hanya meliputi Jogjakarta dan sekitarnya. Kartosuwiryo tidak mengakui perjanjian Renville yang dilakukan oleh RI. Oleh karena itu pada masa kevakuman kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia di daerah Jawa Barat Kartosuwiryo memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakan Kartosuwiryo ini pun diikuti oleh Daud Beureuh di Aceh, Kahar Muzakkar di Sulawesi, di Jawa tengah juga ada tapi siapa ya (lupa gw).

Tapi setelah Republik Indonesia berkuasa kembali. Maka pemerintahan Soekarno tidak mengakui NII. Tidak boleh ada negara dalam negara. Soekarno pun meminta dukungan para ulama. Ulama yang berpatokan pada kaidah Fiqh “Jika dalam suatu negara ada lagi yang akan membentuk negara, maka perangilah negara yang terakhir itu” pun membela Soekarno. Akhirnya NII pun dicap sebagai pemberontak. Perlawanan Kartosuwiryo dkk baru berakhir setelah tahun 60-an. Entah berapa ribu jiwa melayang baik dari pihak RI maupun dari pihak NII sendiri. Walaupun Kartosuwiryo sudah meninggal, gerakan ini tidak mati sama sekali. Tapi terus bergerak untuk mewujudkan kembali negara Islam Indonesia dengan misi utamanya menerapkan syariat Islam di bumi Indonesia tercinta. Hanya saja sekarang gerakan NII berada di bawah tanah alias sembunyi-sembunyi.

Setelah runtuhnya rezim orde lama. Gerakan inipun kembali menggeliat. Masa tahun 1967 sampai tahun 1974 gerakan ini mengalami perkembangan yang paling menakjubkan. Pada masa ini gerakan ini telah termanfaatkan. Ali Murtopo yang tidak senang dengan Islam politik memancing dan memanfaatkan gerakan ini untuk menghancurkan Islam politik. Ali Murtopo memanfaatkan celah-celah doktrin yang ada dalam gerakan ini. Ia menghimpun pemuda-pemudi Islam yang sedang bersemangat-semangatnya untuk mewujudkan kembali negara Islam. Doktrin tentang Imampun dimunculkan. Imam menjadi sangat rahasia karena menyangkut keselamatannya. ‘Pokoknya jika Anda peduli kepada Islam, maka bergabunglah bersama kami’. Identitas Imam menjadi sangat rahasia karena menyangkut keselamatan sang Imam. Hanya orang-orang tertentu saja yang diperkenankan bertemu dengan sang Imam. Padahal waktu itu (67-74) sang Imam adalah Ali Murtopo sendiri yang seratus persen kristen. Setelah gerakan ini dirasa cukup membesar, akhirnya dilakukan pembersihan. Beribu-ribu bahkan beratus ribu generasi muda muslim dibantai. Islam pun kehilangan generasi-generasi penerusya.

Untuk mendukung terbentuknya negara Islam Indonesia mereka sangat membutuhkan doktrin-doktrin. Beberapa ayat alquran dan alhadits ditafsirkan sesuai dengan selera mereka. Mereka sering memakai makna literal ayat-ayat alquran dan alhadits itu. Padahal kodifikasi alquran juga terkait dengan konsep ruang dan waktu. Bukan hanya teks tapi juga konteks.

Wong bener ga sih kalau dalam surat al-fatihah itu mengisaratkan wajibnya terbentuknya negara Islam. Bener ga kalau surat alfatihah itu mensaratkan adanya hukum Tuhan, adanya rakyat, adanya negara dan adanaya pemimpin?

Gw sih belum pernah mendengar tafsiran seperti itu bro, kalau memang tafsiran mereka seperti itu gw belum bisa terima. Landasannya apa? Dalam masalah tafsir yang gw tahu ada penafsiran alquran dengan alquran (tafsir bil ayat), ada penafsiran dengan hadits nabi (tafsir bi sunnah) dan ada penafsiran dengan akal (tafsir bi ra’yi). Kalau ngeliat penjelasan lo terhadap tafsiran mereka gw akan buat satu kategori lagi. Mereka menafsirkan alquran berdasarkan kepentingan, tafsir bil kepentingan.

Ayat-ayat alquran yang sering mereka petik adalah seperti barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah maka ia termasuk orang-orang kafir(5:44), apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki, dan siapakah yang lebih baik daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?(5:50).

Sedangkan alhadits yang sering mereka gunakan untuk melakukan doktrinisasi adalah ketika anak Adam mati dengan tanpa bait di pundaknya, maka ia mati sebagai seorang jahiliah atau hadits yang berbunyi barangsiapa meninggal dunia tanpa mengetahui imam di zamannya maka ia mati sebagai seorang jahiliah.

Dari penafsiran ini kemudian mereka membagi masyarakat menjadi dua, yaitu masyarakat islami dan masyarakat jahliah dengan tolak ukur bahwa masyarakat islami adalah masyarakat yang menegakkan atau memperjuangkan tegaknya syari’at Islam.

Berdasarkan kategori yang mereka buat. Maka masyarakat Indonesia yang menggunakan pancasila sebagai dasar negara tergolong masyarakat jahiliah. Pancasila adalah produk manusia. Pancasila adalah hukum kafir dan perkataan-perkataan lain yang mendeskreditkan pancasila.

Mereka (NII) mengatakan bahwa kebanyakan orang yang mengaku muslim di Indonesia telah berislam dengan cara yang salah. Konsepsi sahadat pun mereka pertanyakan. Kapan kita secara jelas mengikrarkan secara penuh sadar bahwa kita telah memasuki Islam dengan bersahadat yang didampingi saksi? Kita hanya ikut-ikutan. Oleh karena itu bagi anggota Jama’ah ini hal pertama yang dilakukan adalah mengucapkan sahadat ulang dan tentu saja bai’at. Untuk berislam secara benar inilah mereka mensaratkan hijrah. Karena syarat sahnya ibadah itu ada pada wilayah islam, hukum islam, rakyat islam, dan pemimpin yang islam. Jadi ibadah orang-orang yang tidak hijarh ke NII itu ga dapat apa-apa.

Akibat doktrin-doktrin ini, mereka menganggap orang-orang yang di luar golongan mereka adalah kafir.

Lantas menurut lo gimana wong, kan mereka berargumen dengan menggunakan alquran dan assunnah?

Kaum khawarij juga berargumen dengan alquran. Mereka bilang la hukma illallah, tiada hukum kecuali hukum Allah. Tapi apa kata Imam Ali, kata-kata mereka itu benar, tapi mereka tidak tahu maksudnya. Mereka dengan kebenaran itu seperti anak panah yang lepas dari busurnyaalias menjauhi kebenaran itu sendiri.

Sebenarnya menurut lo gimana sih negara Islam itu?

Untuk menjawab pertanyaan itu saya mengajak teman saya tadi melakukan kajian. Sehabis sholat dzuhur kajian pun dimulai.

Sebenarnya mereka yang berkeyakinan untuk mendirikan negara Islam itu mungkin berangkat dari pemahaman ulama zaman dulu yang membagi daerah yang ada di dunia ini dengan dua kategori, yakni darul islam dan darul harb yaitu wilayah Islam (saya tidak mengartikannya negara) dan wilayah peperangan (tidak ada perjanjian damai dengan Islam). Sebenarnya darul islam dan darul harb adalah dua konsep yang tidak terdapat dalam Al Quran maunpun Sunnah. Konsep ini sebenarnya tidak berhubungan dengan sumber pokok Islam yang prinsip-prinsipnya ditujukkan untuk seluruh alam (lil-alamin), sepanjang waktu dan melampui batas geografis.

Para ulamalah yang, dalam tiga abad pertama Islam, dengan mempertimbangkan keadaan dunia – menurut pembagian geografis, kekuasaan melalaui kepemilikan dan pengaruh agama maupun peta persekutuan yang berubah-ubah, mulai mengklasifikasikan dan menetapkan wilayah yang berbeda di dalam dan di seputar mereka. Mereka menganggap proses ini penting karena paling tidak dua alasan berikut (Tariq Ramdan, 1992):

Pertama, dengan menandai wilayah Islam, para ulama dapat menjelaskan persyaratan esensial untuk membentuk suatu wilayah atau negara Islam, dan kaidah-kaidah untuk memutuskan hubungan politis dan strategis dengan negara atau kerajaan lain. Kedua, hal ini memungkinkan mereka untuk menetapkan perbedaan yang jelas, berkenaan dengan permasahan hukum, antara situasi orang muslim yang hidup di dalam Dunia Islam dan muslim yang hidup di luar negeri, atau muslim yang sering mengadakan perjalanan seperti para pedagang (dan dengan demikian membutuhkan keputusan hukum yang spesifik).

Para ulama klasik, dengan mengkaji sikap Nabi Saw setelah perjanjian Hudaibiyah, pengiriman utusan kepada raja-raja selama lima tahun berturut-turut maupun sikap beliau dengan negara-negara tetangga, mengambil kesimpulan bahwa berkenaan dengan isu yang sangat spesifik ini, empat elemen harus dipertimbangkan:

1. Populasi yang hidup di negara tersebut

2. Kepemilikan wilayah

3. Model pemerintahan

4. Hukum yang memerintah negara

Nabi Saw memandang dirinya, dari sudut wahyu sebagai seorang rasul untuk seluruh dunia – mengutus, menurut Ibn Hisham, paling tidak sembilan delegasi selama lima tahun ke masyarakat di negara-negara tetangga yang sama sekali tidak mengenal Islam, atau yang pimpinannya tidak mengetahui realitas kemunculan agama baru dan yang mendasarkan hukumnya pada perundang-undangan yang tidak adil. Dalam dua kasus yang terkenal, sikap para pemimpin terhadap utusan Nabi Saw menyebabkan terjadinya peperangan (yang jelas bukan tujuan dari delegasi tersebut maupun dengan kaidah hubungan dengan bangsa-bangsa tetangga). Perang yang pertama melawan Romawi, karena utusan Nabi Saw, Harits Ibn Umair, dibunuh oleh ‘Amr Al Ghassani, salah satu dari mentri kekaisaran Romawi. Perang yang kedua melawan Persia pada waktu pemimpin mereka merobek-robek Al Quran di depan utusan Nabi Saw dan memerintahkan para tentara untuk membawa “si Muhammad hidup-hidup” kepadanya. Kedua reaksi ini dipahami sebagai deklarasi perang. Akan tetapi pada mayoritas kasus lainnya, pesan Nabi Saw disampaikan tanpa peperangan dan ketegangan. Prioritasnya jelas untuk menyampaikan pesan Islam agar sampai ke masyarakat pada umumnya. Para pemimpin, dalam era tersebut, merupakan sarana paling efektif untuk melaksanakan tujuan ini, karena Islam adalah pesan untuk rakyat sebelum menjadi petunjuk yang disampaikan kepada para raja.

Ulama berupaya, berdasarkan data-data ini, menyimpulkan prinsip-prinsip tertentu maupun membedakan dan menggolongkan ciri-ciri wilayah atau negara Islam dengan yang non-Islam. Konsep mereka tentang dunia, dari awalnya dan dengan menimbang realitas yang mereka hadapi, tidak mungkin banyak bedanya dengan fenomena dua kutub ini. Jadi, sebelum ada definisi kontekstual apapun, setelah mengkaji tindakan Nabi Saw, kaidah pertama yang fundamental berkenaan dengan hubungan politik antara muslim dan non-muslim adalah perdamaian, bukan peperangan. Kaidah kedua adalah bahwa Nabi Saw tidak memiliki kepentingan pribadi dalam menyampaikan pesan ke umat dan tidak mengambil alih kekuasaan. Hadits Nabi Saw memperlihatkan bahwa dia selalu memerangi para pemimpin disebabkan pembunuhan, penghianatan, atau ketidakadilan yang mereka lakukan, dan bahwa beliau tidak pernah memerangi masyarakat hanya karena mereka menolak Islam. Beliau menginginkan masyarakat memilih untuk diri sendiri, dengan mengetahui Islam secara sebenarnya (ingat peristiwa pembebasan Mekkah?). Setelah itu, beliau menerima pilihan mereka dan memberi mereka hak untuk menetap di mana mereka berada, mengamalkan agama mereka dan membayar pajak (jizyah) perlindungan negara.

Meskipun demikian, para ulama masih saja menetapkan dua entitas darul islam dan darul harb supaya orang Muslim mempunyai gambaran yang jelas tentang realitas geopolitik pada zaman mereka. Namun ulama-ulama sendiri berbeda-beda pendapat tentang definisi darul islam dan darul harb ini. Secara ringkas pendapat mereka adalah sebagai berikut :

1. Darul Islam : Al-Dasuki, dari mazhab Maliki, dengan mempertimbangkan empat elemen tersebut di atas, menyatakan bahwa wilayah Islam tentu wilayah kaum Muslim, tempat sistem pemerintahan Islam diberlakukan (meskipun kaum non-muslim mejajahnya), dengan menyatakan hal itu, Al-Dasuki menetapkan perbedaan antara orang muslim yang keberadaan dan jumlahnya benar-benar mengungkapkan ide tentang ‘kepemilikan wilayah’ (al milkiyyat li al al muslimin) dan para pemimpin yang bisa saja non-muslim. Ibn Taimiyah juga berpendapat demikian. Akan tetapi, ulama mazhab Hanafi memberi tekanan pada situasi kaum muslim yang sangat spesifik : keamanan mereka. Jadi menurut mereka, seperti yang dinyatakan oleh Al-Sarakhsi, bukti bahwa kita berada dalam wilayah Islam adalah ketika kaum muslim aman dan merasa tidak takut karena agama mereka. Bagi mazhab ini, ini adalah soal keamanan dan perlindungan, bukan soal yang benar-benar tentang Islam dan kufr (tidak menerima Islam).

2. Darul harb (wilayah perang) : banyak definisi yang diungkapkan dan para ulama berbeda pendapat tentang definisi yang tepat. Namun pada umumnya, mereka sepakat pada fakta bahwa suatu negara menjadi darul harb jika sistem pemerintahan dan pemerintahnya tidak islami. Akan tetapi, sebutan ini bukan bergantung pada jenis penduduknya (yang mayoritas bisa saja muslim), melainkan hukum dan sistem politiknya. Menurut mazhab Hanafi, berbeda dengan Darul islam, Darul harb adalah negara tempat kaum muslim tidak dilindungi, tidak aman, tidak damai. Eksistensi wilayah perang dengan demikian tidak bergantung pada keadaan perang antara dua fiksi yang saling berlawanan (Tariq Ramdan, 2002).

Kajian yang cermat pada dua definisi ini (meskipun tidak mendalam) memperlihatkan bahwa parameter untuk mengenali dar yang spesifik dan memenuhi syarat tidak benar-benar didasarkan pada antitesis: mayoritas ulama bersikeras pada kepemilikan wilayah dan aplikasi sistem legal Islam sebagai indeks untuk menetapkan eksistensi darul islam. Sedangkan untuk menetapkan wilayah perang, indeks model pemerintahan dan sistem legal dianggap lebih relevan. Tekanan diberikan pada penduduk menurut pendapat yang pertama. Sementara pendapat yang kedua lebih menekankan pada pemerintahan. Perselisihan ini, pada dasarnya disebabkan oleh perbedaan pendapat yang mendalam dikalangan ulama kontemporer, karena mereka semua mengakui bahwa sistem legal Islam (yang merupakan syarat kedua yang penerapannya sedikit mempermudah definisi suatu wilayah) akhir-akhir ini tidak sepenuhnya atau sama sekali tidak diterapkan. Jadi, sebagian ulama yang merujuk penduduk adalah ulama yang berpendapat bahwa negara-negara Islam masih bisa dianggap sebagai darul islam. Sementara ulama lain yang menitikberatkan pada pemerintah yang jelas-jelas tidak menghormati ajaran Islam menyatakan bahwa negara-negara demikian tidak dapat lagi disebut sebagai darul islam.

Syaikh Manna Al-Qathan mempertanyakan apakah negara-negara Islam, tempat terjadinya penindasan, ketidakadilan, dan kediktatoran merajalela masih bisa dianggap darul islam. Abu Al-Zarqa dan Yusuf Qardhawi berpendapat bahwa negara-negara ini secara utuh dapat dan harus dianggap sebagai darul islam, meskipun tidak sempurna, dengan harapan akan terjadi reformasi. Dengan demikan pendapat pertama menitikberatkan pada pemerintah, sedangkan pendapat kedua melihat situasi dari sudut pandang penduduk: namun, kesimpulannya sangat berbeda.

Sekiranya, selain kedua hal tersebut, kita mempertimbangkan parameter yang dimasukkan oleh ulama Hanafi, yaitu parameter yang didasarkan pada keselamatan dan keamanan, konklusinya bukan saja berbeda melainkan sama sekali berlawanan karena kaum muslim terkadang lebih aman di Barat – berkenaan dengan kebebasan mengamalkan agamanya – daripada di negara-negara Islam. Jadi, pendapat ini dapat mendorong kita berkesimpulan, berkenaan dengan keamanan dan kedamaian, bahwa penyebutan darul islam dapat diaplikasikan pada semua negara Barat, sedangkan mayoritas negara Islam, yang mayoritas penduduknya muslim, tidak bisa dikatakan demikian. Namun, kita harus berhati-hati dalam menarik perbedaan demikian antara Barat dan negara-negara Islam sebab seperti yang dikatakan oleh Syaikh Maulawi, kecuali parameter keamanan, negara-negara Barat tidak islami.

Perdebatan ini, beserta persoalan definisi, telah muncul dilandaskan pada konsep-konsep lama yang sangat berbeda dengan era kita sekarang. Penerapan konsep ini pada realitas kontemporer sesuai dengan dasar-dasar pertimbangan konsep lebih dari 10 abad yang lalu, kelihatannya merupakan kekeliruan metodologis. Kita tidak mungkin terus berpegang pada visi dua kutub dari realitas lama yang sederhana dalam suatu dunia yang telah menjadi sebuah desa, ketika populasi secara terus menerus berubah kita melihat di dalamnya berlangsung proses kekuatan finansial dan politik yang semakin kompleks maupun diversifikasi dalam persekutuan strategis dan lingkup pengaruh. Sikap demikian tidak benar dan tidak sesuai, dan bisa menyebabkan timbulnya persepsi yang terlampau menggampangkan dan menyalahkan era kita (Tariq Ramdan, 2002).

Keempat elemen yang kita identifikasi di atas, yaitu populasi yang hidup dalam suatu negara, kepemilikan wilayah, model pemerintahan, dan hukum yang memerintah negara, tidak lagi relevan jika kita ingin menarik dan memunculkan persepsi yang benar tentang situasi kaum muslimin dewasa ini. Tiga observasi berikut harus diperhatikan tentang hal ini :

1. Kolonisasi selama kira-kira 150-350 tahun, yang diikuti aktivitas politik yang diawasi telah membangkitkan perubahan besar pada negara-negara Islam. Persekututan sejumlah besar pemimpin Muslim dengan Barat dan pemasukan, sedikit demi sedikit, sistem hukum Barat yang asing, telah menyebabkan modifikasi besar-besaran pada sumber rujukan masyarakat muslim sendiri. Jadi Islam tidak akan pernah menjadi sebuah dunia yang tertutup, yang bersih dari pengaruh asing.

2. Prioritas ekonomi dan politik telah memaksa jutaan orang meninggalkan negara mereka untuk mencari kerja atau keamanan di Barat. Sehingga sekarang Barat menyadari ada unsur yang cukup besar dalam populasinya yang sekaligus benar-benar Barat dan benar-benar Muslim.

3. Era saat ini adalah era kebhinekaan, kompleksitas, dan era campuran yang tidak bisa lagi diringkaskan visi dua kutub yang sederhana. Sekarang ini, konsentrasi pada soal yang berhubungan dengan model pemerintahan, hukum yang memerintah, atau kepemilikan wilayah tidak lagi memadai dan tidak relevan, karena keadaan dunia menjadikan persoalan seperti itu teramat rumit. Akan tetapi kita harus mengkaji kembali dan menilai situasi kaum muslim di seluruh dunia dan menghindarkan pikiran kita dari gangguan persoalan definisi subjek-subjek yang, kalaupun bukan khayali, tidak real atau teoritis.

Internasionalisasi zaman kini berarti bahwa analisis kita harus mempertimbangkan realitas-realitas diseputar kehidupan masyarakat. Suatu perubahan pola pikir secara radikal diperlukan jika kita ingin (dan memang harus) menghadapi dunia seputar kita. Di negara Islam atau Barat, dunia dan parameternya yang tidak lagi logis membuat kita sulit untuk menjadi seorang Muslim yang konsisten dan stabil. Hal ini menurut Tariq Ramdan, cucu Hasan Al Banna yang tinggal di perancis, mengharuskan kita untuk kembali ke sumber-sumber ajaran Islam jika kita ingin mengetahui kerangka, pedoman, atau petunjuk yang membuat kita mampu menghadapi situasi kontemporer ini.

Akan tetapi, kita harus mengingatkan diri secara kontinu tentang dua hal: pertama, bahwa bagi seorang Muslim, ajaran Islam, jika dipahami dan diimplementasikan dengan baik, sesuai untuk segala tempat dan zaman dan inilah makna sejati konsep ‘alamiyyah al islam (dimensi ajaran Islam yang universal). Kedua, bahwa konsep darul islam dan darul harb tidak berasal dari Al-Quran maunpun Sunnah. Sesungguhnya itu adalah upaya manusia, yang menurut sejarah, untuk menggambarkan dunia dan membekali komunitas Muslim dengan suatu tolak ukur untuk mengukur dunia yang disesuiakan dengan realitas mereka. Situasi ini telah berubah sama sekali sekarang, dan kita perlu kembali pada Al-Quran dan Sunnah dan, dipandang dari sudut lingkungan kita, memperdalam analisis kita untuk mengembangkan suatu visi baru yang disesuikan dengan konteks dan merumuskan kaidah-kaidah yang tepat dari sana. Mengkaji kembali ajaran-ajaran Islam adalah suatu keniscayaan.

Untuk mengawali kajian tentang kekinian dan kedisinian kita, mungkin pertanyaan berikut akan sangat membantu kita dalam mengembangkan kajian berikutnya, yaitu siapa kita dan apa tuntutan agama terhadap kita, sebagai seorang muslim. Pertanyaan tersebut tampak sederhana, tapi bagaimanapun itu adalah pertanyaan yang baik sekali untuk keadaan yang sedang kita hadapi: dengan menetapkan kerangka identitas Islam, di luar faktor daerah yang spesifik sepertin Indonesia, Asia dan lain-lain, maka kita dapat menetapkan apa yang menurut kita sudah tepat dan apa yang perlu direformasi dan diperbaiki supaya dapat menghasilkan eksistensi yang seimbang dan koeksistensi yang damai. Jadi, dengan memusatkan analisis terhadap elemen esensial identitas Muslim, kita menghindari kekeliruan metodologis penafsiran realitas melalui beragam konsep yang dirumuskan pada zaman berbeda untuk konteks yang berbeda.

Kita dapat mengidentifikasi paling tidak lima elemen yang secara bersamaan menetapkan dan mengembangkan identitas Muslim:

1. Iman dan Spiritualitas: Islam adalah, yang paling pokok, sebuah keimanan pada satu Tuhan. Orang beriman berhubungan dengan Tuhan melalui kehidupan spirtual yang permanen. Kehidupan orang beriman idealnya menjadi manifestasi yang sempurna dari keimanannya. Dengan demikian, di lingkungan apapun, keimanan dan kehidupan hati ini harus dijaga dan dijunjung tinggi. Bagi seorang Muslim, kehidupan spiritual ini adalah esensi eksistensinya di muka bumi dan para ulama, dalam klasifikasi lima mashalih mereka, menyebutkan, pada peringkat pertama, penjagaan keimanan dan jalan hidup secara alamiah berhubungan dengan pengekspresian diri (din).

2. Ibadah: mematuhi perintah-perintah agama dan menjalankan ibadah yang diwajibkan adalah konsekuensi logis dari iman dan spiritualitas. Ini adalah soal kebebasan beribadah, karena itu baik laki-laki maupun perempuan harus mempunyai pilihan untuk ibadah atau tidak. Jika seseorang memilih untuk mematuhi agamanya (shalat, puasa, membayar zakat, dan menjalankan haji), dia harus dibiarkan melakukan hal itu tanpa gangguan. Ini juga berarti bahwa dimensi komunitas kaum beriman harus dihormati (tetapi, ini tentu tidak berarti mendorong diciptakannya daerah pemukiman khusus). Ada tindakan-tindakan lain dalam urusan sosial yang harus dihormati juga: perkawinan, perceraian, kontrak, perdagangan, dan lain-lain. Dalam hal ini, setiap masalah harus dipelajari menurut pandangan, baik sumber-sumber Islam maupun lingkungan hukum setempat untuk menemukan jalan agar tetap selaras dengan ajaran-ajaran Islam dan tidak melanggar hukum yang berlaku. Hal ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa orang Muslim, atau manusia lainnya, harus dipaksa untuk bertindak melawan kata hatinya. Masalah yurisprudensi Islam yang sekunder harus dianalisis secara spesifik dan mengharuskan adanya pertimbangan-pertimbangan serta solusi yang disesuikan.

3. Perlindungan: sebagai seorang manusia dan orang beriman, orang Muslim membutuhkan, selain kebebasan beragama dan beribadah, pengakuan yang didasarkan pada perlindungan dan dengan sendirinya, didasarkan pada penghormatan. Kebebasan beribadah, penghormatan manusia, dan perlindungan hak-hak sosial, politik dan ekonomi seseorang adalah tiga unsur pokok dalam pengakuan yang sebenarnya terhadap martabat dan integritas manusia. Ini adalah unsur-unsur yang menurut ulama Hanafi sebagai keamanan dalam pengertiannya yang paling mendalam dan tidak terbatas pada bidang legal yang sempit.

4. Kebebasan: kaum Muslim memberi kesaksian mengenai kebenaran Islam, yang menurut mereka diturunkan Tuhan ke dunia melalui wahyu Al-Quran. Pada hakikatnya kebebasan beribadah harus berdampingan dengan kebebasan berbicara, dan melalui kebebasan ini, kaum Muslim dapat mempresentasikan dan menjelaskan bagaimana iman, agama, dan jalan hidup mereka. Ini adalah makna dari ungkapan Al-Quran menjadi saksi atas perbuatan manusia – 2 : 143. Artinya kaum Muslim harus membuat pesan mereka dapat dipahami dan dikenal. Ini juga arti dari konsep utama lainnya dalam tradisi Islam, yaitu dakwah, yang terjemahan persisnya sangat sulit diberikan karena keragaman makna yang dikandungnya. Setidaknya dakwah mencakup presentasi, seruan, dan undangan. Pesan Islam yang disebarkan melalui dakwah tidak boleh disamakan dengan menarik masuk atau upaya untuk membuat orang berpindah agama : kewajiban Muslim adalah menyebarkan pesan ini dan menjadikannya dikenal, tidak kurang tidak lebih. Hasilnya, apakah orang mau menerima atau tidak itu bukan persoalan. Konsep dakwah berlandaskan satu prinsip, yaitu hak setiap manusia untuk membuat pilihan berdasarkan pengetahuan dan karenanya orang Muslim diperintahkan menyampaikan pengetahuan tentang Islam dikalangan orang Muslim maupun non-Muslim. Orang Mukmin adalah orang yang sudah mengetahui dan kemudian menerima, sedangkan orang kafir adalah orang yang sudah mengetahui dan kemudian menolak, meningkari. Konsep dakwah ini mengandung prinsip harus menolak pemaksaan. Sebab Al-Quran menggariskan tidak ada paksaan dalam urusan agama, dan konsep ini menetapkan hubungan antara dua realitas: pengendalian dengan kekerasan dan dengan ketidaktahuan. Keduanya ditolak secara tegas.

5. Partisipasi: spiritualitas Islam mencapai pertumbuhan sempurna melalui perbuatan (‘amal) orang beriman dan partisipasi dalam urusan sosial. Dari sudut pandang Islam, beriman berarti beramal dan ini adalah makna dari ungkapan Al-Quran yang sering diulang-ulang : mereka yang beriman dan beramal shaleh. Ini berarti kaum Muslim harus didorong melibatkan diri dalam masyarakat dan beramal demi solidaritas manusia. Dengan berbuat demikian, mereke berarti mengikuti rekomendasi Nabi Saw, orang yang terbaik dianataramu adalah yang lebih berguna bagi masyarakatnya. Hal ini juga berarti bahwa orang Muslim boleh terlibat dalam aktivitas sosial maupun politik dan ekonomi. Semua itu adalah unsur penting amaliah mereka dan sebagai bukti ketulusan iman mereka di hadapan Tuhan. Oleh karena itu, komitmen mereka, baik pada tingkat lokal maupun internasional, sebagai Muslim dan warga negara merupakan keharusan karena ini adalah cara satu-satunya untuk mengisi dan menyempurnakan iman dan pesan esensial aagma mereka. Karenanya, ruang sosial, dengan hukum dan adat-istiadatnya, harus mendukung mereka mencapai ini.

Analisa lima elemen ini tentu tidak mendalam, tetapi cukup memberi kita ide tentang prasyarat esensial yang membentuk identitas Muslim. Elemen ini merupakan potret orang Muslim secara menyeluruh tanpa mempertimbangkan ketidakmenentuan sejarah atau faktor sosial dan politik. Tanggung jawab pertama dan terbesar orang Muslim adalah memeberikan penilaian yang fair terhadap lingkungan agama, sosial, hukum dan politik di wilayahnya, untuk mengetahui yang mana diantara kelima elemen yang telah disebutkan sudah dicapai – dan sampai seberapa jauh – dan mana yang belum. Ketika persyaratan yang diwajibkan ada – secara lengkap atau sebagian – maka menjadi tanggung jawab Muslim untuk bertindak memastikan keamanan mereka atau memperbaiki situasi mereka maupun situasi masyarakat secara menyeluruh (Fariq Ramdan, 2002).

Globalisasi dan internasionalisasi sekarang ini, telah membawa semua bangsa tunduk pada tatanan dunia baru yang mengingkari, menolak, atau melupakan Tuhan, spiritualitas, dan segala bentuk transenden, seorang Muslim dituntut mengembangkan pemahaman secara mendalam terhadap keimanan dan ajaran mereka sendiri dalam dan melalui dimensi universalnya. Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. Jika, kemudian, wilayah orang Muslim hidup memberi mereka keamanan, maka kita harus menambahkan dimensi esensial yang lain pada karakter universal pesan Islam, yakni kewajiban seorang Muslim untuk memberi kesaksian terhadap kebenarannya, melalui kehidupan dan tindakan mereka. Di luar klasifikasi sektarian yang tidak sesuai, melalui dan dalam era globalisasi serta tata dunia baru, seorang Muslim harus menerima tanggung jawab untuk membuktikan kebenaran Iman mereka kepada Keesaan Tuhan dan nilai-nilai keadilan dan solidaritasnya pada satu sisi dan di sisi lain, berbuat dengan prinsip tersebut, sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat.

Dimana pun seorang Muslim, yang menyatakan syahadat saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, dalam keadaan aman dan dapat menjalankan kewajiban fundamental agamanya, berarti dia ada di wilayah sendiri karena Nabi Saw, mengajarkan kita bahwa seluruh dunia adalah Masjid. Pendapat ini, yang didukung oleh para ulama atau pemikir reformis, seperti Al-Afghani, Abduh, Maududi, Iqbal, dan Al-Banna, sekarang ini mendapatkan relevansi baru. Ini berarti mereka memikul tanggung jawab besar untuk membuktikan kebenaran agama, spiritualitas, nilai-nilai, kesadaran akan batas-batas, komitmen yang permanen sebagai manusia sekaligus makhluk sosial.

Menghadapi realitas global ini Maulawi mengajukan konsep baru yakni darus syahadah (wilayah kesaksian). Kita dapat secara tepat merujuk pada konsep syahadat (pembuktian, kesaksian) sebab syahadat menggambarkan dua aspek penting. Pertama, merujuk pada syahadat yang oleh setiap Muslim harus dinyatakan dihadapan Tuhan dan semua umat manusia bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya dan melalui kesaksian ini dia menetapkan identitasnya; kedua, berhubungan dengan kewajiban Muslim, sesuai dengan ayat Al-Quran bersaksi (atas kebenaran keimanan mereka) di hadapan manusia. Dengan konsep syahadat, kesaksian, kita dapat menyatukan dua rukun esensial keimanan Islam: ketetapan yang jelas tentang identitas kita melalui keimanan kita kepada Tuhan (tauhid) dan wahyu terakhirnya kepada Nabi Muhammad Saw, disertai kesadaran bahwa kita memikul tanggung jawab mengingatkan manusia akan keberadaan Tuhan dan berprilaku dengan akhlak mulia, sehingga kehadiran kita di tengah-tengah manusia, dengan sendirinya, menjadi pengingat adanya pencipta, spritualitas, dan etika. Fungsi ganda konsep syahadat ini dapat diungkapkan melalui enam unsur berikut, ketiga unsur yang pertama merujuk pada identitas seorang Muslim par se, dan selebihnya merujuk pada perannya dalam masyarakat:

1. Dengan mengucapkan syahadat, Muslim bersaksi atas keimanannya dan memberikan potret identitas secara jelas. Dia, laki-laki atau perempuan, adalah Muslim atau Muslimah, percaya kepada Tuhan, rasul-Nya, para Malaikat, kitab-kitab suci, takdir, dan hari kebangkitan. Dia percaya bahwa ajaran-ajaran Islam adalah buah dari wahyu dan dia menjadi bagian dari ummat (komunitas) Islam.

2. Syahadat, sebagai yang pertama di antara rukun Islam, tidak saja bertalian erat dengan ibadah dan amaliah, tetapi juga menjadikan ibadah atau amaliha tidak benar tanpanya. Satu bagian dari identitas Muslim adalah fakta bahwa mereka dapat (dan dibolehkan) menunaikan sholat, membayar zakat, berpuasa, dan mengerjakan haji. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Al-Quran mengenai orang yang bertakwa, yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, dan yang mendirikan shalat.

3. Secara lebih luas lagi, dengan syahadat berarti seorang Muslim harus, atau paling tidak dibolehkan untuk, mematuhi perintah dan ketentuan agamanya dan bertindak sesuai dengan ketentuan halal dan haram menurut Islam. Dia tidak boleh dipaksa untu bertindak melanggar hati nuraninya karena hal ini sama dengan mengingkari identitasnya.

4. Menyatakan syahadat, berarti bersaksi dihadapan Tuhan dengan menjunjung tinggi amanah-Nya, karena iman pada dasarnya suatu amanah. Hubungan antarmanusia juga didasarkan pada penghargaan, kepercayaan, dan yang paling utama, komitmen mutlak pada kesepakatan, kontrak, atau perjanjian yang telah dibuat secara eksplisit dan implisit. Al-Quran menyatakan dengan jelas, janji itu pasti dimintai pertanggungjawabannya (17:34), dan orang yang beriman adalah mereka yang memelihara (setia pada) amanah-amanah dan janjinya (23:8).

5. Sebagai orang yang beriman di tengah sesama manusia, seorang Muslim harus membuktikan syahdatnya di hadapan orang lain. Dia harus menyajikan Islam, menjelaskan isi dari iman dan ajaran Islam secara lengkap. Dalam setiap bentuk masyarakat, dan tentu saja di lingkungan non-Muslim, dia menjadi seorang saksi, sorang syahid, dan ini mencakup konsep dakwah.

6. Syahadat bukan cuma soal bicara. Seorang Muslim adalah dia yang beriman dan bertindak konsisten dengan keimanannya. Mereka yang beriman dan beramal shaleh, seperti yang kita baca dalam Al-Quran, menekankan fakta bahwa syahadat mempunyai dampak yang tak terelakkan pada perilaku seorang Muslim, dimasyarakat manapun dia berada. Menyatakan syahadat berarti terlibat dalam masyarakat di semua bidang yang membutuhkannya – pengangguran, marjinalisasi, kejahatan, dan lain-lain. Ini juga berarti terlibat dalam proses reformasi positif, baik pada institusi maupun pada sistem hukum, ekonomi, sosial, dan politik, guna menciptakan keadilan yang lebih baik dan partisipasi umum yang real pada tingkat akar rumput. Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil, kata Al-Quran, karena keadilan adalah manifestasi konkret dari kesaksian.

Jadi, konsep syahadat ini tampaknya paling sesuai atau tepat untuk menyampaikan persepsi global mengenai identitas maupun fungsi orang Muslim menurut ajaran Islam. Karena selain mengungkapkan dan menghubungkan identitas kita sebagai Muslim, konsep ini juga menekankan tanggung jawab sosial kita sebagai seorang Muslim.

Berdasarkan kajian-kajian tadi, bagi saya ide tentang pembentukan Negara Islam Indonesia (NII) adalah ide yang tidak relevan bahkan kontraproduktif. Ide ini justru akan menimbulkan benih-benih perpecahan dikalangan ummat. Ummat harus saling mencurigai. Ide NII ini sekali lagi bagi saya adalah ide yang usang.

Mereka yang bersemangat untuk menegakkan NII tidak pernah belajar sejarah Islam secara utuh. Mereka hanya mendapatkan gambaran-gambaran yang bagus tentang daulah islamiah, tapi jika mau belajar sejarah Islam dengan lebih komprehensip bahwa ide yang memaksakan ini, selalu menjadi sumber tikai dan kekerasan. Kalau kita bercermin dari sejarah Islam, beratus-ratus ribu orang meninggal dalam peperangan Jamal yang dilakukan Siti Aisyah kontra Imam Ali Kw. Begitu juga ketika terjadi peperanga Shiffin antara pasukan Muawiyyah dan Imam Ali Kw, peristiwa trik dan intrik untuk membunuh Sayyidina Hassan yang meninggal karena diracuni. Peristiwa pembunuhan tepatnya pembantaian terhadap Sayyidina Imam Husein dan pengikutnya oleh tentara Yazid bin Muawiyyah. Peristiwa pembantaian terhadap Zubair dan pasukannya yang berlindung di Ka’bah oleh tentara Al-Hajaj. Peristiwa penjarahan dan pemerkosaan terhadap lebih dari 3000 wanita muslimah Madinah oleh tentara Al-Hajaj selama tiga hari, oleh pasukan Al-Hajaj yang diinstruksikan Yazid. Peristiwa pembantaian terhadap keluarga umayyah dan pengejaran dan pembantaian terhadap pengikut syiah pada masa awal pendirian dinasti abasiah dan entalah seabrek peristiwa lainnya yang saya tidak sanggup daftarkan. Inilah hasil dari ide ‘pemaksaan’ itu.

Bagi saya negara dibangun dengan modal kepercayaan elemen-elemen penyusunnya. Di dalam NII saya tidak menemukan ini. Walaupun Anda sudah memasuki NII, sudah berbaiat atas nama Tuhan, Anda masih belum diperbolehkan untuk mengetahui siapa Imamnya. Anda mengikuti bayang-bayang yang tidak jelas. Saya tidak akan pernah memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada orang yang tidak mempercayai saya, apalagi kalau saya sudah bersumpah atas Nama Tuhan dan orang itu masih tidak percaya. Mana mungkin suatu peradaban dapat dibangun dengan modal kecurigaan dan permusuhan. NII juga mengajarkan doktrin eksklusif (tertutup), para pengikut NII hanya diperkenankan untuk bertanya pada atasannya. Hal ini menyebabkan orang yang mengikuti gerakan ini secara sadar atau tidak sadar telah menjadi robot-robot dengan label ‘manusia’. Doktrin-doktrin mereka yang aneh tentang hijrah, sadaqah/ zakat hijrah, dan pungutan-pungutan lainnya tidak pernah saya temukan landasannya dalam syariah. Saya khawatir jangan-jangan sejarah itu berulang lagi. Peristiwa tahun 70-an itu bisa terulang kembali. Kemudian dari segi perjuangan NII itu sendiri mengalami perpecahan. Ada KW IX pimpinan Abu Toto alias ki Panji Gumilang dengan Ma’had Al-Zaitunnya, yang menurut temen saya yang anggota BIN adalah peliharaan BIN (ingat peresmian salah satu mesjidnya dilakukan oleh Hendro Priyono, waktu itu kepala BIN nasional). Bahkan dari dokumen-dokumen yang saya baca MMI sendiri adalah salah satu sempalan dari NII.

Bagi saya fenomena NII, meminjam istilah Sumanto Al-Qurtubi adalah pola ‘persetubuhan’ antara ‘politik kepentingan’ dengan ‘doktrin-doktrin Islam yang diselewengkan’. Pola persetubuhan seperti ini justru menelikung pihak Muslim sendiri. Ajaran-ajaran Islam yang mestinya harus mengatur kehidupan politik, tetapi yang terjadi justru sebaliknya : ekploitasi Islam sehabis-habisnya oleh para elite yang mengambil keuntungan (mungkin dalam hal ini pimpinan NII). Hasilnya pun mudah diduga, bukannya politik yang terilhami oleh moral tetapi politik ‘hasutan omong kosong’ yang nampak dalam panggung negara sehari-hari. Persetubuhan ini digunakan untuk mengelabui umat Islam agar menerima bahwa alih-alih politik atau negara yang melayani tujuan jangka panjang Islam, Islam justru harus melayani tujuan-tujuan sesaat mereka.

Itulah kajian saya dengan teman deket saya tersebut. Tapi sekali lagi saya tegaskan kepadanya bahwa saya tidak berada pada posisi orang yang menganggap ‘sesat’. Saya hanya berada pada posisi orang yang tidak setuju dan menawarkan prespektif lain.

Bagiku dalam dunia manusia ini, tidak ada ‘keidealan’ dan ‘kesempurnaan’ itu. Selalu saja ada celah kurang pada dunia manusia. ‘Keidealan’ dan ‘Kesempurnaan’ adalah Tuhan itu sendiri. Jika ada orang yang mengklaim memiliki ‘keidealan’ dan ‘kesempurnaan’ dan memaksakannya kepada orang lain bagiku ia telah menyekutukan Tuhan.

Tapi supaya lebih adil, saya menganjurkan teman saya tersebut untuk mendapatkan penjelasan dari perspektif orang dalam. Maka saya memberikan nomor HP orang yang saya sayangi kepadanya. Ia pun setelah itu masih mengikuti kajian-kajian itu. Dan saya sepenuhnya membiarkannya. Biarlah, pengalaman akan membentuknya menjadi dewasa. Biarlah ia memilih dengan akal dan nuraninya. Dan saya sangat menghargai pilihannya.

Bulan Agustus 2005 ini, seperti biasa kami mengobrol lagi. Kami mulai ngobrol jam 22.00 dan tidak disangka obrolah itu sampai jam 02.00 pagi. Dia bercerita bahwa dia telah melewati tahapan bai’at. Ia sepenuhnya menjadi orang dalam. Tapi setelah berjalan beberapa waktu, dan setelah berkonsultasi dengan orang yang saya ‘sayangi’ yang katanya betul-betul NII, ia akhirnya berani mengambil keputusan besar. Ia keluar. Saat saya tanya kenapa, ia hanya bilang bahwa ia menemukan ‘kehampaan spiritualitas’ dalam gerakan ini. Ia tidak menemukan ketenangan.

Ya Allah ampuni aku, atas segala prasangka yang salah atas saudara-saudaraku. Aku berlindung kepadaMu dari tipu daya diriku, aku berlindung kepadaMu dari tipu daya musuh-musuhku, aku berlindung kepadaMu dari tipu daya dunia dan isinya, dan Aku berlindung kepadaMu dariMu (aku berlindung dari azabMu).

Wallahu’alam.

Terima kasih kepada:

1. Tariq Ramdan, terima kasih telah membuatku lebih bijak dalam menilai kondisi zamanku.

2. Jalaluddin Rumi, terima kasih atas ajaranmu (dalam Mastnawi, Fihi Ma Fihi, dan Diwan-nya) yang selalu mementingkan isi dan esensi. Terimakasih telah membuatku supaya tidak terjebak pada simbol-simbol, sebab seindah dan sebagus-bagusnya simbol itu ia tidak pernah bisa menjadi apa yang diwakilinya. Terimakasih atas ajaranmu jiwa sholat lebih utama dibandingkan sholat, itu membuatku lebih bijak dalam menilai kehidupan yang ada di sekelilingku.

Terima kasih kepada Sumanto Al-Qurtubi atas bukunya LUBANG HITAM AGAMA, walau dalam banyak hal aku tidak setuju denganmu. Tapi salutku terhadap keberanian dan nalar kritismu. Ide ‘dekonstruksi teks’ untuk melawan ‘pemberhalaan teks’ bagus juga tuh.

Minggu, 21 Agustus 2005



Instalasi Java dan Eclipse IDE

Sebelum melanjutkan membaca postingan ini, sebaiknya Anda membaca dulu postingan sebelumnya yang berjudul Berkenalan Dengan Java


Sebelum membahas konsep-konsep dasar java, berikut ini langkah-langkah instalasi Java dan Eclipse Integrated Development Environment (Eclipse IDE) sebagai salah satu tools untuk melakukan pemrogramman java. Untuk melakukan instalasi Java Anda perlu mendownload software Java dari Sun Microsystem, perusahaan yang melahirkan dan mengembangkan java dan komunitasnya. Untuk melihat detil produk-produk java dari Sun bisa klik link ini. Ada beberapa versi java , versi standar ( Java 2 Standard Edition - J2SE) dan versi enterprise (J2EE). Versi enterprise tidak bisa berjalan tanpa adanya versi standar. Untuk tutorial ini kita hanya membutuhkan versi standar. Downloadnya J2SE sesuai dengan sistem operasi Anda. Versi J2SE sendiri sangat bervariasi, setahu penulis versi terakhir yang sudah dimunculkan oleh sun adalah J2SE versi 6. Dari versi-versi tersebut ada sedikit revolusi syntak pemrogramman dimulai versi 5. Jadi secara sederhana dapat penulis katakan J2SE versi 1.0 sampai versi 1.4.2 memiliki syntak yang sama. Perkembangan versi 1.0 sampai versi 1.4.2 hanyalah pada tambahan kelas-kelas yang disertakan di dalam paket Java oleh sun yang sangat membantu programmer, tidak ada perubahan syntak sama sekali. Sedangkan pada versi 5 , selain tambahan kelas-kelas juga mengalami sedikit revolusi pada syntak-syntaknya. Salah satu tambahan itu adalah generic dan annotation (akan dibahas lebih lanjut).


Untuk Sistem operasi Microsoft Windows (2000, XP, 2003 dan Vista) dianjurkan untuk mendownload file binari (.exe) agar memudahkan proses intalasi. Setelah melakukan download, Anda bisa melakukan proses pemasangan (instalasi) java di komputer Anda hanya dengan mengeksekusi file .exe yang Anda download. Anda akan dituntun untuk melakukan proses intalasi sampai selesai.


Setelah selesai melakukan instalasi, ada sedikit konfigurasi yang diperlukan agar program java masuk ke dalam sistem (bisa dieksekusi dari manapun). Berikut konfigurasi java di komputer berbasiskan windows sebagai sistem opearasinya. Klik kanan icon my computer Anda, kemudian pilihlah menu Properties. Pilih tab menu Advanced, klik tombol Environment variables…, kemudian pada System Variables (ada pada bagian sebeleh bawah) klik tombol New, akan muncul isian variabel yang akan diisikan. isilah Variable Name dengan JAVA_HOME, sedangkan Variable Value adalah letak instalasi program java Anda. Berikut ini gambar settingan dikomputer penulis n (Penulis menggunakan Java versi 6).


Setelah Anda mengisi Variable Value sesuai letak instalasi java dalam komputer Anda. Klik tombol OK. Kemudian langkah berikutnya adalah memasukan path java ke dalam path system. untuk melakukan ini editlah Path pada System Variables dengan mengklik Path kemudian tekan tombol Edit. Kemudian masukanlah baris ;%JAVA_HOME%\bin; pada variable value dari Path sistem Anda. Instalasi selesai


Untuk mengetesnya Anda bisa membuka command promp, dan ketikkan perintah javac, bila hasilnya seperti gambar berikut maka instalasi telah sukses.




Setelah sukses memasang java dalam komputer Anda, dengan editor yang sangat sederhana semacam notepad, Anda sebenarnya sudah dapat melakukan programming java. Selain notepad, tersedia juga teks editor-editor lain baik yang free (dalam artian gratis) maupun yang komersil (Anda harus membeli lisensinya). Teks editor yang pernah penulis pakai diantaranya adalah notepad, edit plus, ultra edit, vi, crimson dan Gel. Notepad sudah tersertakan dalam sistem operasi keluarga windows (semua versi). Edit Plus dan Ultra Edit tidak gratis tapi anda bisa menggunakan versi trialnya. Kelebihan Edit Plus dan Ultra Edit dibandingkan dengan notepad adalah pewarnaan sintak java. Dengan sedikit konfigurasi di Edit Plus anda bisa menjalankan seluruh perintah di dalam folder bin instalasi java Anda (javac, java, appletviewer dll). vi dan crimson juga sangat baik dalam teknik pewarnaan sintak java. Gel walaupun berbasiskan teks memiliki kelebihan dibandingkan dengan teks editor lainnya. Gel memiliki mekanisme auto complete untuk setiap kata yang kita ketikan. Tapi kurangnya GEL lebih berat jika dibandingkan dengan teks editor lainnya. Jika anda ingin mencoba-coba teks-teks editor yang penulis sebutkan, Anda tinggal meminta bantuan dokter google untuk melakukannya. Masukanlah kata kunci nama teks editor yang Anda inginkan ditambah kata download, misalnya "crimson download", "Gel download" dan lain-lain.

Sebagai perkenalan dengan program java, cobalah buat program berikut dengan menggunakan notepad :

/**
* Test.java
* @author Arif
*
*/

public class Test {

public static void main(String[] args){


System.out.println("INI PROGRAM JAVA PERTAMA SAYA");

}

}


Simpanlah kode tersebut dengan nama Test.java (nama file harus sama dengan nama kelas) di direktori kerja Anda. Kemudian dari direktori kerja Anda, dengan menggunakan command promp (perintah berbasiskan teks atau konsole) cobalah eksekusi perintah berikut : javac Test.java. Perintah tersebut akan meng-compile kode java tersebut menjadi bytecode java. Hasil dari kompilasi tersebut adalah file Test.class. Untuk menjalankan program tersebut, ketikkanlah perintah java Test, hasilnya adalah teks "INI PROGRAM JAVA PERTAMA SAYA" muncul di command promp Anda.


Skala programming java sangat luas, mulai dari embeded system, mobile device, desktop applicaton, web application hingga skala enterprise. Melakukan programming java hanya dengan menggunakan teks editor tidak banyak membantu. Untuk mengerjakan project nyata diperlukan lingkungan pengembangan java yang terintegrasi (biasanya dikenal dengan Java Integrated Development Environment). Ada banyak sekali Java IDE, yang penulis ketahuinya misalnya NetBeans IDE, JDeveloper (J-Dev) , IntelJ IDE, JBuilder IDE, dan Eclipse IDE. Penulis pertama kali berkenalan dengan NetBeans IDE, tapi sekarang aktif menggunakan Eclipse IDE.

Dari semua IDE tersebut manakah yang paling baik? Dari artikel yang pernah penulis baca, masing-masing IDE memiliki kelebihan dan kekurangan. Tidak ada klaim yang objektif bahwa IDE yang satu lebih unggul dari IDE yang lain. Yang ada hanyalah klaim subjektif berdasarkan pengalaman masing-masing. Biasanya kesan yang dalam di dapat dari pengalaman penggunaan IDE yang pertama, ya..seperti cinta pertamalah.

Dari pengalaman penulis sendiri dan interaksi penulis dengan temen-teman pengembang, menurut penulis Eclipse IDE adalah yang terbaik (sekali lagi ini klaim subjektif lho). Dibandingkan dengan NetBeans IDE, IntelJ IDE, dan JBuilder IDE, Eclipse IDE lebih ringan. Pada komputer penulis di rumah yang sudah dibilang tua (prosesor hanya 733 MH dan memori hanya 128 M) Eclipse IDE masih bisa berjalan dengan normal. Sementara ketika menggunakan NetBeans IDE, fasilitas-fasiltas NetBeans yang hebat itu banyak yang tidak berfungsi (karena hang). Sedangkan IntelJ IDE, JBuilder IDE dan J-Dev IDE lebih berat lagi (penulis tidak pernah mencoba karena komputer tidak kuat).

Kelebihan Eclipse juga terletak pada dukungan komunitasnya. Tersedia lebih dari 2000 plugin (baik yang free maupun yang komersil) yang bisa kita peroleh sesuai kebutuhan. Hampir semua teknologi yang menggunakan java sebagai platformnya menyediakan plugin untuk eclipse.

Dan yang tidak kalah pentingnya, Eclipse IDE bisa diperoleh dengan free alias gratis sementara untuk IDE yang lain (selain NetBeans) Anda harus membeli lisensinya


INSTALASI ECLIPSE IDE

Memasang Eclipse dikomputer Anda sangat mudah. Anda hanya perlu mendownload program eclipse dari situs utama eclipse. Ketika akan mendownload Anda diminta memilih mirror tempat download program. Di Indonesia mirror Eclipse adalah Universitas Indonesia (penulis menganjurkan untuk menggunakan mirror ini — hasilnya lebih cepat, karena lokal :P). Hasil download adalah file yang sudah dikompresi (biasanya dalam format .zip untuk windows dan tar.gz untuk linux). Ekstraklah file tersebut dengan program kompresi yang Anda miliki (Winzip, Winrar atau 7-zip dll). Hasilnya adalah satu folder dengan nama eclipse. Program eclipse sudah terinstall di komputer Anda. Untuk menjalankan program, Anda bisa menjalankan langsung dengan membuka folder eclipse tersebut dan mengeksekusi file elipse.exe dengan mengklik file tersebut dua kali. Anda juga bisa membuat shorcut yang mengarah eclipse.exe biar tidak cape-cape harus masuk direktori eclipse.

Eclipse ketika pertama kali dijalankan akan mencari Java Runtime Environment (JRE) yang terpasang (terinstall) di komputer Anda. Jika eclipse tidak menemukan JRE, eclipse tidak bisa dijalankan dan ada pesan bahwa di komputer Anda belum terpasang JRE. Jika Anda sudah menginstall JDK seperti pada tulisan telah dijelaskan di atas otomatis JRE sudah terinstall di komputer Anda.


Sedikit Tutorial Eclipse

Setiap kali kita menjalankan Eclipse IDE (Selanjutnya di sebut Eclipse), kita diminta menentukan lokasi workspace (tempat semua file yang akan kita buat dan gunakan) seperti gambar berikut :


Pilihlah lokasi workspace yang kita inginkan. Misal kita ingin membuat workspace kita di C:\belajar, kita tinggal mengganti workspace dengan mengetikkan di field workspace, kemudian kita tekan tombol OK, jika folder belajar ada pada drive C eclipse langsung membuat konfigurasi pada folder tersebut. Jika folder belajar belum ada, eclipse secara otomatis membuat folder tersebut dan semua konfigurasi untuk kerja kita langsung diletakan di dalamnya. Berikut tampilan pertama kali eclipse.





Ikon paling atas (gambar globe) adalah overview (sekilas pandang) fasilitas-fasiltas dan fitur-fitur yang dimiliki eclipse. Ikon bintang segi empat adalah penjelasan fitur-fitur baru yang tidak terdapat pada fitur sebelumnya (eclipse yang versinya lebih rendah). Ikon kubus-piramid-bola adalah contoh-contoh. Ikon pena dan tulisan adalah sumber-sumber tutorial eclipse yang bisa kita gunakan. Yang terakhir ikon paling kanan adalah shortcut untuk menuju workspace kita. Klik ikon shortcut untuk menuju workspace. Hasilnya adalah gambar berikut :




Package Explorer masih kosong, artinya pada workspace kita belum ada satu projectpun yang kita buat.

Untuk memulai bekerja dengan eclipse, buatlah suatu project dengan cara klik menu File - New - Project - Java, kemudian akan muncul project wizard seperti gambar berikut :




Pilihlah Java Project kemudian tekan tombol Next. Anda diminta untuk memberi nama project yang akan dibuat. Isilah nama project sesuai yang diinginkan dan menggambarkan realitas nyata kita. Misalnya untuk tutorial ini kita berinama project dengan tutorialJava. Pada option Prject Layout pilihlah yang bagian bawah — Create Separate source and output folders (biar lebih bersih :P) kemudian tekan tombol Next. Pada tahap akhir kita diminta menentukan letak output (hasil kompilasi) project. Ada dua opsi untuk menentukan output ini, pertama biarkan eclipse secara otomatis meletakan hasil kompilasi (secara default eclipse akan membuat folder classes di dalam direktori bin), atau kita tentukan sendiri dengan menekan tombol Browse…kemudian kita buat folder output sendiri (misalnya folder hasilKompilasi). Penulis memilih yang default eclipse,kemudian klik tombol Finish. Mari kita mulai ngoding.