Total Tayangan Halaman

Rabu, 08 April 2009

Catatan Tentang Pemilu 2009

Menjelang pemilu, hari-hari kemarin iseng-iseng ingin menentukan pilihan. Saya tidak mau menjadi pemilih yang asal milih. Atau memilih karena kecintaan dan kefanatikan semata. Saya ingin menjadi pemilih yang kritis. Dan saya masih bingung menentukan pilihan. Partai mana yang akan saya contreng(hehehe..karena sistem kali ini bukan mencoblos).

Pilihan berat jatuh kepada PKS. Oleh karena itu saya menelusuri jejak partai ini di internet. Partai ini dikenal bersih, setidaknya sampai saat ini belum ada tokohnya yang terjerat kasus tertentu. Tapi setelah browsing-browsing di internet dan beberapa pertanyaan yang saya ajukan pada diri sendiri saya menjadi ragu untuk menjadi pemilih PKS. Keragu-raguan tersebut meliputi hal-hal berikut :

Pertama, mantan presiden PKS (HNW) menjabat sebagai ketua MPR untuk periode 2004-2009, tapi apa terobosan yang dilakukan MPR selama periode tersebut. NIHIL. Bandingkan dengan Pak Amin Rais saat menjabat sebagai ketua MPR!

Kedua, sepak terjang PKS selama periode 2004-2009 tidak terlihat jelas. Apa saja terobosan-terobosan yang dilakuakn PKS di Senayan? Berupaya sungguh-sungguh untuk mengungkap kasuks BLBI? saya pikir tidak. Membela korban Lapindo? TIDAK PERNAH TERDENGAR. Sepak terjang PKS saya nilai masih sektarian. Hanya menonjolkan isu-isu yang sifatnya murni 'keagamaan' seperti Perda syari'at, RUU APP, solidaritas terhadap palestina dengan cara melakukan simpati dan dukungan luar biasa terhadap HAMAS. Disini saya belum melihat universalisme Islam yang saya pahami. Keislaman warga PKS saya pikir memisahkan kotak antara 'kita' dan 'mereka'. Saya melihat pada kenyataannya eklusifisme menjadi anutan moral mayoritas warga PKS. Dalam hal ini iklan 'PKS=Partai Kita Semua' berusaha menutupi kenyataan ini. PKS ingin lebih mendekatkan diri kepada objek-objek (saya sengaja memilih kata 'objek' bukan 'subjek') pemilih.

Ketiga, ini flashback sewaktu saya masih kuliah dulu. Saya mendapat undangan untuk menghadiri pertemuan dengan sesama kawan-kawan sefakultas yang muslim. Temanya pengajian. Tapi aneh, setelah hadir saya kira yang di undang itu semua, ternyata hanya orang-orang tertentu. Saya protes kenapa tidak semua di undang, bukankah temen-temen yang lain kita juga sesama muslim? Penjelasan apa yang saya dapat? Keekslusifan. 'Kita adalah orang-orang terpilih dan berbanggalah menjadi orang-orang terpilih tersebut'. Semenjak saat itu saya hanya bisa menghadiri undangan-undangan mereka (karena menghadiri undangan itu katanya hukumnya wajib) tapi tidak sependapat dengan mereka dalam banyak hal. Itu langsung saya tunjukkan dengan mendukung orang-orang yang berada di tengah saat pencalonan ketua senat di Fakultas. Walau orang yang saya dukung kalah, saya puas. Saya perjuang untuk nilai-nilai keuniversalan yang lebih tinggi (setidaknya itulah penilaian saya). Perlu diketahui dominasi kelompok tarbiyah di kampus saya sangat dominan. Kehidupan perpolitikan dikampus dikuasai oleh kelompok ini (kira-kira 95%). Walaupun melihat track record di kampus tersebut, jujur pada pemilu 2004 yang lalu saya memilih PKS, karena selain terkenal bersih orang-orangnya saya juga ingin mengetahui sepak terjang mereka di DPR/MPR. Dan hasilnya 'MENGECEWAKAN'.

Jadilah saya ragu untuk memilih PKS. Lantas partai apa yang akan saya pilih, PDIP, PD, GOLKAR, PAN, GERINDRA atau HANURA? Tokoh PPP saya tidak kenal. Apalagi PBR atau partai-partai lainnya. Bagaimana dengan PDIP? Ah partai ini menurut saya diisi oleh orang-orang oportunis. Hanya mengandalkan figur Megawati. Para pemilihnya bukan pemilih rasional. Tapi pemilih fanatik karena kecintaan belaka. Mengaku partai wong cilik tapi selama Megawati memerintah apa yang telah ia lakukan untuk wong cilik? Apakah pendidikan gratis? Apakah sembako murah? Apakah rumah sakit mudah melayani orang-orang dari kalangan pendukung partai ini? semua sudah tau. Jawabannya adalah TIDAK. Yang terjadi justru sebaliknya. Aset-aset negara melayang kepada asing dan yang paling kerasa 'stupid'nya adalah penjualan indosat ke anak perusahaan singtel.

Bagaimana dengan PD? figur partai ini sama seperti PDIP. Terlalu mengandalkan dan bergantung pada sosok SBY. Cuman bedanya para pemilih SBY lebih sehat daripada para pemilih Megawati. Mereka memilih sudah dengan pertimbangan-pertimbangan tidak dengan fanatik buta seperti pemilih megawati. Tapi ada beberapa 'catatan buruk' saya terhadap SBY yaitu kasus Blue Energi dan Kasus Bibit Unggul (padi) yang dimana di dalamnya SBY tertipu secara mentah-mentah. Bagi saya partai yang mengandalkan hanya pada satu figur, bukanlah partai yang sehat. Kecenderungan otoriterisme dari sang pemimpin bisa saja muncul jika menjadi mayoritas. Itu tidak sehat buat demokrasi.

Bagaimana dengan GOLKAR? Golkar punya track record yang kurang bagus pada masa orde baru. Partai ini dibesarkan dan menjadi alat kendaraan berpolitik pak Harto. Pada masa itu kebijakan GOLKAR adalah kebijakan Pak Harto. Tapi semenjak Akbar Tanjung mengamil alih jabatan ketua partai pada tahun 1999 terjadi dinamika perpolitikan yang cantik di partai ini. Hanya karena stigma orde baru begitu kental, maka pada pemilu 1999 partai ini kalah oleh PDIP tapi berhasil menjadi pemenang secara nasional pada pemilu 2004. Dalam penilian saya, terlepas dari masa lalu, Golkar adalah partai yang di dalamnya paling banyak tokoh-tokoh profesional dibandingkan dengan partai-partai lainnya. Orang-orang yang secara pengalaman telah tertempa di pemerintahan dan dunia profesional lainnya. Dan ada satu 'kebijakan' baru pemerintahan SBY yang saya saluti yaitu terpenuhinya anggaran pendidikan nasional sebesar 20% dari APBN. Saya melihat peran partai Golkar di sini cukup besar (karena menjadi mayoritas di DPR)

Bagaimana dengan PAN? wah-wah kok partai ini kebanyakan caleg-nya artis ya? apa PAN = Partai Artis Nasional? aneh.

Gerindra dan Hanura? Saya tidak cukup tahu tentang kedua partai ini. Yang saya tahu bahwa Gerindra sepertinya modalnya kenceng, iklan-iklannya tidak ada habisnya. Fikiran saya kalau berhasil apa tidak menghitung ROI-nya ya? Hanura? no comment. Tapi kurang begitu suka dengan figur Wiranto.

Jadi partai apa ya yang akan saya pilih? Saya masih tetep bingung. Ada selintasan di fikiran apa 'golput aja ya..', tapi masa saya tidak memilih, kalau tidak memilih berarti saya tidak ikut menanam dong.

Tiba-tiba ditengah kebingungan hari selasa (7 April 2009) istri menelpon. Katanya semua panitia sudah mengirimkan undangan untuk melakukan 'pencontrengan' dan anehnya kata istri saya, nama saya tidak ada. Saya termasuk orang yang tidak mendapatkan undangan dari panitia pemungutan suara. Padahal istri saya dapat. Aneh kata saya. Mungkin undangan saya tertinggal di kampung yang lama. Saya telpon ibu di rumah, menanyakan apakah undangan untuk saya ada. Kata kaka yang menerima telpon, semua keluarga ada kecuali saya. Weleh..sepertinya gerentasan saya untuk golput jadi kenyataan.

Sesampainya di rumah saya bercanda sama istri saya, saya bingung sama negara ini, apa segi administrasi kenegaraan yang kurang sehingga menghalangi saya untuk ikut memilih di pemilu kali ini. Akte kelahiran saya punya, surat nikah saya punya, kartu keluarga saya punya, KTP saya punya, NPWP saya punya, tiap bulan saya bayar pajak (walaupun pada kenyataannya dibayarkan oleh perusahaan). Pantes saja banyak yang mempertanyakan validatas data Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada pemilu kali ini. Sebagai warga negara yanb baik (ceilah warga negara yang baik) sepertinya hak-hak saya tidak dihargai dalam pemilu kali ini. Tapi syukurlah saya juga bingung kalo harus memilih partai...Jadi klop deh kalau begitu :)

3 komentar:

Anonim mengatakan...

info yg sangat menarik tentang PKS ;) selama ini cuma mendengar dari satu sisi aja.

Zidni mengatakan...

Waduh berkurang deh suara PKS :).
Terobosan HNW di MPR, harus dipahami bahwa kekuasaan MPR di masa sekarang sudah dikurangi tidak seperti masa 99-04. Pak HNW diawal kepengurusan menolak fasilitas mewah Hotel dan Sedan mewah untuk pimpinan MPR.

Perda syariat di Tangerang dimunculkan oleh Walikota yg berasal dari Golkar.

RUU APP dipimpin oleh ketua panitia yang berasal dari PD.

Mengenai BLBI dan Lapindo, suara PKS kalah dalam pengambilan keputusan di Dewan.

Masalah Eksklusifitas, saya rasa itu bukan masalah PKS saja, hampir semua pergerakan islam mengalami masalah ini.

Setidaknya PKS sudah mulai melangkah menuju inklusif dalam pemilu 2004 dan 2009 ini :).

AIR mengatakan...

tapi sayang ya bro...perolehan suara PKS di Jakarta turun drastis. Bahkan salah satu lembaha survey di Indonesia menempatkan PKS diurutan ke-3 setelah PDIP. Jadi ada semacam ketidakpuasan sebagian besar warga DKI (kalangan wong cilik) yang berpindah ke PDIP dan mungkin kalangan cerdik pandainya ke PD. Ini artinya wong cilik merasa 'tidak diperhatikan' lagi oleh PKS. Ya otokritklah buat warga PKS :)