Total Tayangan Halaman

Selasa, 04 November 2008

Seputar Hadits Tentang Perpecahan Itu…

"Rif, kata anak-anak Salafy kamu itu Syi'ah. Tapi kata anak-anak Tarbiyah kamu itu Salafy. Sebernarnya kamu itu ada di mana sih?" tanya teman deket saya.

Lima belas abad yang lalu, Rasulullah Saw pernah memberitahukan kepada para sahabatnya bahwa umat Islam nanti sepeninggal beliau akan terpecah menjadi beberapa golongan. Dugaan ini ternyata benar. Dalam sejarah Islam tercatat perpecahan dari masalah politik, kemudian meningkat menjadi masalah teologi. Masing-masing aliran dari umat Islam itu mempunyai pandangan dan paham yang berbeda dalam suatu masalah, sehingga sulit dipersatukan. Mereka menganggap bahwa pendapatnyalah yang benar, sementara yang lainnya adalah salah (Chaerudji, 1992).

Hadits-hadits tentang perpecahan itu

Timbulnya aliran-aliran dalam Islam adalah sesuatu hal yang tidak bisa dielakkan. Paska meninggalnya Nabi Saw di Madinah lahir suatu kelompok kecil yang disebut dengan Syi'ah Ali karena mereka menganggap bahwa Imam Ali Kw lah yang seharusnya menggantikan Nabi Saw. Peperangan antara kubu Imam Ali dan Muawiyah yang murni politik akhirnya melahirkan golongan Khawarij yang mengkafirkan kedua kubu yang bertikai. Paska Khawarij lahirlah aliran-aliran lain yakni Mu'tazilah, Qadariah, Jabariah, Jabariah, Bahaiyyah, Mujassimah, Ahlussunnah Waljama'ah, Ahmadiah dan lain sebagainya.

Mungkin umat Islam, khususnya yang berpengetahuan agama tidak heran melihat dan membaca hal tersebut. Nabi dengan pandangan futuristiknya yang ghaib telah memberitahu kepada para sahabatnya tentang perpecahan umat Islam ini. Hadits-hadits berikut adalah hadits yang menjeaskan perpecahan itu :

Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Saw. Nabi Bersabda : Telah terpecah umat Yahudi menjadi 71 atau 72 golongan. Dan umat Nashrani juga telah terpecah menjadi 71 atau 72 golongan. Dan umatku terpecah menjadi 73 golongan., 72 golongan di neraka dan segolongan di surga. Golongan yang di surga itu adalah Al-Jama'ah. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Hadits lain menyebutkan :

"Dari Abdullah bin Umar RA, ia berkata Nabi Saw bersabda : sungguh akan terjadi pada umatku seperti apa yang telah terjadi pada Bani Israil setapak demi setapak, sehingga andaikata terdapat dikalangan mereka orang yang mendatangi ibunya (berbuat tidak baik) dengan terang-terangan akan terdapat pula dikalangan umatku orang yang berbuat demikian. Sesungguhnya Bani Israil telah terpecah menjadi 72 golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu golongan saja. Sahabat bertanya : siapakah yang satu golongan itu ya Rasul? Nabi Saw menjawab : ialah orang yang berpegang kepada apa yang aku dan sahabat-sahabatku berpegangan". (HR. Tarmizi).

Hadits-hadits yang sejenis di atas banyak sekali macamnya. Namun isi dan tujuannya sama, yaitu memberitahukan bahwa kelak umat Islam akan terpecah-pecah menjadi golongan-golongan. Abd Al Rahman Ibn Muhammad Ibn Husein Ibn Umar (1381 H:398) menjelaskan 73 golongan tersebut adalah Syi'ah dengan pecahan-pecahannya, Khawrij dengan pecahan-pecahannya, Mu'tazilah dengan pecahan-pecahannya, Murji'ah dengan pecahan-pecahannya, Najjariah dengan pecahan-pecahannya, Jabariah, Musyabbihah, dan Ahlussunnah Waljama'ah. Hehe karena waktu itu memang belum ada ahmadiah, salafy, HT, IM, Darul Hadits dls.

Sementara itu Thalus Abd Mu'in (1973 M) jumlah yang 73 golongan itu diperoleh dari golongan-golongan berikut : Syi'ah, Khawarij, Mu'tazilah, Murji'ah, Bahaiyah, Najjariyah, Dhirariyah, Jahamiah, Karamiah dan Ahlussunnah Waljama'ah.

Pendapat lain menyatakan, bahwa jumlah perpecahan 73 golongan itu bukanlah menurut makna pada hakikatnya. Tetapi maksud sebenarnya hanya ingin menggambarkan bahwa betapa banyaknya perpecahan dikalangan umat Islam. Kebiasaan orang Arab bila menghitung jumlah banyak dipakai kata-kata bilangan diatas 40, terutama yang ada hubungannya dengan angka 7 seperti 70, 700, dan seterusnya, seperti dalam Al-Quran disebutkan sab'a sanabila (tujuh rangkai).

Selain hadits-hadits tersebut, ada hadits lain yang tampaknya bertentangan dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas. Hadits tersebut diriwayatkan oleh Anas RA dengan redaksi sebagai berikut :

"Umatku akan terpecah menjadi 70 golongan, semuanya masuk surga kecuali satu golongan, para sahabat bertanya siapakah yang satu golongan itu ya Rasul? Nabi Saw menjawab: mereka adalah orang-orang zindiq (orang-orang kafir yang berpura-pura masuk Islam)".

Sementara Al-Sya'rani dari hadits Ibn al Najjar, menggunakan redaksi berikut :

Akan terpecah umatku menjadi 73 golongan, semuanya masuk surga kecuali satu. Dalam lafadz Al Dailamy : yang binasa diantara mereka hanya satu.

Menurut seorang dosen ilmu hadits di IAIN Serang, kedua hadits yang disebut belakangan dari segi ilmu hadits dua-duanya dianggap shahih. Menurut beliau dua jenis hadits itu pada lahirnya bertentangan tetapi kedua-duanya dianggap shahih. Sedangkan dalam qaidah Ushul Fiqh disebutkan : "Jika dua hadits yang sama kuatnya dari segi ilmu Masthalah al Hadits bertentangan, maka dapat dikompromikan dan digunakan kedua-duanya".

Lantas bagaimana kita mengkompromikan kedua jenis hadits tersebut? Kedua hadits tersebut dapat dikompromikan dengan hadits lain yang berbunyi barangsiapa mengucapkan LAA ILAAHA ILLA ALLAH ia akan masuk surga. Maka umat Muhammad selain yang zindiq pasti akan masuk surga karena mengucapkan kalimat Thayyibah tersebut.

Dari kompromi itu kita bisa menyusun kesimpulan sebagai berikut:

  • Dua hadits yang pertama menyatakan hanya satu golongan saja yang akan selamat, dan tidak akan mengalami siksaan neraka sedikitpun juga. Mereka langsung masuk surga. Golongan inilah yang segala-galanya cocok dengan perbuatan Nabi Saw dan sahabat-sahabatnya tanpa menyimpang sedikitpun.
  • Dua hadits terakhir menyatakan hanya satu golongan yang tidak selamat atau masuk neraka selamanya. Mereka tidak mengecap surga sama sekali. Itulah golongan zindiq dan selain itu akan selamat dari keabadian neraka.
  • Golongan-golongan yang masuk neraka pada dua hadits yang pertama berarti tidak selamanya. Hanya permulaannya saja. Pada akhirnya mereka akan selamat dan masuk surga.

Itulah mungkin kompromi yang bisa kita lahirkan dari hadits-hadits yang tampaknya bertentangan tersebut.

Menanggapi pertanyaan teman saya di awal tulisan ini saya hanya menjawab singkat :

"Teman, terserahlah orang lain mau menyematkan atribut apa terhadap pemahamanku. Terserah mereka untuk bilang saya syi'ah, saya salafy, saya tarbiyah atau apapun lah namanya. Itu hak mereka. Tapi untuk menjawab pertanyaanmu, jawabanku seperti jawaban Bapakku Ibrahim ' Wa ana minal muslimin' 'aku adalah bagian dari umat Islam' ".

Temanku mengotot, katanya bukankah yang selamat itu hanya golongan Ahlussunnah Waljama'ah. Dan ketika aku menjelaskan bahwa term Ahlussunnah Waljama'ah adalah term baru yang pertama kali dikenalkan oleh Abu Musa Al Asyarie pada abad ke 3 H. dia pun hanya terbengong-bengong bingung.

"Makanya, anggapan umum itu belum tentu benar. Kita harus mempertanyakan kembali bahkan terhadap segala keumuman (kebenaran) yang sudah kita anggap biasa. Untuk itu, kita perlu untuk terus mencari" kataku.

Menanggapi fenomena yang makin semarak untuk "mengkafirkan" orang yang berbeda pemahan dengan kita inilah tulisan ini lahir. Karena kita tidak bisa menjamin apakah kita termasuk yang prilaku dan pemahamannya seprti Nabi dan para sahabatnya, maka bagi saya orang-orang yang mengklaim bahwa dirinya adalah orang yang paling benar dan mengkafirkan orang lain harus ditinggalkan. Bagi saya siapapun dia yang memenuhi persyaratan minimal untuk disebut muslim yakni ia melaksanakan sholat, mengeluarkan zakat, puasa di bulan Ramadhan dan melaksanakan haji bila mampu ke Baitullah ia adalah saudara saya. Ia Muslim.

Sepengetahuan saya, persamaan golongan-golongan itu lebih banyak daripada perbedaannya. Kenapa kita tidak mencari kesamaan sehingga kita menemukan titik temu dan saling mengerti bukan prasangka dan permusuhan. Kita tidak mungkin bisa melakukan tolong menolong dalam kebaikan dan takwa selama kita terus menyalahkan dan memusuhi orang-orang yang berbeda keyakinan dengan kita. Kenapa kita berhak mengatakan kitalah yang benar sementara yang lain salah. Apa jaminannya? Apakah Tuhan memberi jaminan kepada Anda? tidak bukan.

Bagi saya hidup adalah proses pencarian. Hasil itu tidak penting. "Yang penting itu prosesnya" itu setidaknya kata Iwan Fals. Bagi saya "benar"atau "salah" itu tidak penting, yang penting adalah proses mencari kebenaran itu sendiri. Sebab dalam proses mencari kebenaran itu pun kita bisa belajar dari sesuatu yang salah.

Akhirnya saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan sebuah tanya : Sudahkan Anda mencari ?

Wallahu'alam.



Selasa, 09 Agustus 2005

4 komentar:

Anonim mengatakan...

duh kang. panjang amat tulisana jadi lieur. tapi rada kaharti sih. nuhun lah numpang maca. ayo trus nulis kang.

Anonim mengatakan...

awal yang baik

mambrola mengatakan...

Mantabs Rief.... ada beberapa yg ternyata baru saya ketahui

fitri mengatakan...

baca ini dari link fb. bagus banget, terima kasih atas sharing-nya.